hadisaswaja. oleh : Drs. Agus Subandi, MBA. Ahlus Sunnah Wal Jamaah. 5 Februari 2009. Ilmu Hadis. I. Pengertian Hadits. Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat-sifat, keadaan dan himmah nya. Taqrir adalah perbuatan atau keadaan sahabat yang diketahui Rosulullah dan
– Jika kita mendengar kata Salafi, pikiran kita sangat mungkin akan tertuju pada sekelompok umat Islam yang berjenggot tebal-panjang dan bercelana cingkrang. Ustadz-ustadz mereka sering kita jumpai di medsos. Tentu, di antara ciri khas yang melekat pada mereka adalah menyesatkan, membidahkan, bahkan mengkafirkan amaliah Aswaja, khususnya NU. Secara umum, mereka lebih senang dipanggil Salafi dari pada Wahabi. Mereka mengklaim sebagai pengikut ulama salaf yang kemudian lebih pantas dipanggi Salafi. Padahal mereka ini adalah Wahabi karena mengikuti Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Sedangkan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab w 1792 bukan ulama ulama-ulama Salafi Wahabi di masa lalu bangga dengan nama Wahabi. Kebanggaan ini terbukti dengan kita yang mereka tulis al-Hadiyah al-Sunniyah wa at-Tuhfah al-Wahhabiyah an-Najdiyah. Syekh Bin Baz juga menegaskan bahwa Wahabi adalah pengikut Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab. Mereka menyebut dirinya dengan “Salafi” itu karena ada niat sisi lain, kata “Salaf” juga sangat akrab di kalangan Ahlussunnah wa al-Jamaah, termasuk NU. Kata “Salaf” tersebar dalam kitab ulama-ulama yang dipelajari oleh Aswaja NU. Kata salaf juga sering kita dengar dari kiai NU. Bahkan, pondok pesantren Aswaja NU, ada yang dikenal dengan pesantren apa perbedaan antara Salaf versi Wahabi dan Salaf versi Aswaja NU? Hal ini perlu diterangkan agar orang awam tidak bingung. Bahkan, orang-orang Wahabi tidak hanya mengaku pengikut salaf, tapi juga mengaku sebagai Ahlussunnah Wal Jamaah. Dalam waktu yang sama menuduh Aswaja yang asli sebagai ahli bidah, sebagaimana yang sering mereka tuduhkan kepada amaliyah aswaja NU. Siapakah Ulama Salaf?Ulama salaf adalah ulama-ulama yang hidup di tiga abad pertama Hijriyah, yaitu ulama-ulama yang hidup di masa Nabi Muhammad SAW sampai 300 tahun setelah itu. Hal ini berlandaskan kepada hadis Rasulullah SAW,خَيْرُكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ“Sebaik-baik kalian adalah masaku. Kemudian disusul oleh generasi berikutnya. Kemudian disusul oleh generasi selanjutnya..” HR. Al-Bukhari Namun yang perlu digarisbawahi, pemahaman ulama-ulama salaf itu mesti sesuai dengan al-Quran dan Hadis sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Orang-orang yang hidup di tiga abad pertama, tapi melenceng dari ajaran Rasulullah SAW tidak bisa disebut ulama salaf. Misal, sekte Musyabbihah sekelompok orang yang menyamakan Allah swt dengan makhluk.Salaf Ahlussunnah Wal Jamaah NUPengikut ulama salaf ini juga disebut dengan istilah Ahlussunnah wa al-Jamaah. Lalu siapakah Salaf Ahlussunnah wa al-Jamaah ini? KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama menulis dalam kitabnya, Risalah Ahlussunnah Wal Jamaah,فمنهم سلفيون قائمون على ما عليه أسلافهم من التمذهب بالمذهب المعين والتمسك بالكتب المعتبرة المتداولة، ومحبة أهل البيت والأولياء والصالحين، والتبرك بهم أحياء وأمواتا، وزيارة القبور وتلقين الميت والصدقة عنه واعتقاد الشفاعة ونفع الدعاء والتوسل وغير ذلك “Di antara mereka adalah Salafiyun orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada ulama salaf yang berpegang teguh pada ajaran ulama-ulama salaf. Mereka bermazhab kepada satu mazhab tertentu dan berpegang teguh pada kitab-kitab muktabar, kecintaan terhadap Ahlul Bait Nabi Muhammad para habib, para wali dan orang-orang salih. Selain itu, juga bertabarruk dengan mereka, baik ketika masih hidup atau setelah wafat, berziarah kubur, melakukan talqin pada mayit, bersedekah untuk mayit, meyakini syafaat, manfaat doa dan tawassul serta lain sebagainya.”KH. Hasyim Asy’ari juga menjelaskan konsep Aswaja dalam Qanun Asasi. Menurut beliau, arti Aswaja mencakup tiga aspek akidah, fikih dan akhlak. Dalam akidah, Aswaja mengikuti mazhab Asy’ariyah dan Maturidiyah. Dalam fikih mengikuti mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Dalam akhlak tasawuf mengikuti al-Imam al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi. Oleh karenanya, jika ada paham yang keluar dari pemahaman ulama-ulama di atas, maka ia bukan Ahlussunnah wa yang diungkapkan oleh KH. Hasyim Asy’ari ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh ulama-ulama terdahulu. Misalnya al-Imam az-Zabidi, beliau menjelaskan bahwa jika kata Ahlussunnah wa al-Jamaah diucapkan, maka yang dimaksud adalah pengikut Asy’ariyah dan dipahami dari premis-premis di atas bahwa sejak dulu, yang dimaksud Ahlussunnah wa al-Jamaah itu adalah pengikut Asya’ri dan Maturidi, bukan pengikut Ibnu Taimiyah dan Syekh Abdul Wahhab, alias wahabi. Salafi WahabiLalu siapakah Salafi wahabi? Di dunia Islam, juga di Indonesia, banyak sekelompok orang yang mengaku Salafi, pengikut ulama salaf, padahal sebenarnya pengikut Syekh Ibnu Taimiyah dan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab. Oleh karenanya, sangat tidak cocok ketika mereka menamakan dirinya sebagai salafi. Sebab, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab hidup sekitar abad ke-18 dan Syekh Ibnu Taimiyah hidup di sekitar abad ke-8. Keduanya jelas bukan ulama akidah, Salafi Wahabi mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah yang membagi tauhid menjadi tiga tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma wa sifat. Pembagian tauhid ini tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan ulama salaf. Anehnya, mereka tidak menuduhnya fikih, mereka mengaku ikut mazhab Hanbali, padahal hanya sebagian saja. Sebaliknya, dalam banyak ceramah, sebagian ulama mereka mengaku tidak bermazhab dan langsung kembali pada al-Quran dan Hadis. Yazid Jawwas bahkan mengatakan, “Beragama itu dengan dalil. Bukan dengan mengikuti imam-imam.” Perkataan ini banyak ditemukan di sosial media. Sebenarnya, ajakan untuk kembali kepada al-Quran dan Hadis ini propaganda mereka agar umat pindah mazhab. Yaitu, dari mazhab ulama salaf Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali ke mazhab Salafi Wahabi yang tidak Salafi Wahabi sama sekali tidak mau pada pendapat ulama salaf seperti Imam al-Syafi’i? Faktanya, sebagaian Salafi Wahabi mau mengutip pendapat ulama-ulama salaf, tapi yang sesuai dengan pendapat Salafi Wahabi ini tidak segan mengubah kitab-kitab ulama agar sesuai dengan mazhab mereka. Kadang, mereka juga membuat kebohongan pada ulama salaf. Misal, mereka mengatakan bahwa Imam al-Syafii berpendapat Allah SWT di atas Arsy. Hal ini terkait al-Quran Surat Thaha ayat 5,الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى“Yaitu Tuhan Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arsy.” QS. Thaha 5Klaim bahwa Imam al-Syafi’i berpendapat seperti di atas adalah kebohongan yang nyata, karena menurut riwayat yang sahih yang banyak ditemukan di kitab-kitab, Imam Syafi’i memilih konsep tafwidh terhadap ayat mutasyabihat seperti di atas, yaitu diam, pasrah dan menyerahkan arti istiwa’ bersemayam kepada Allah SWT.
- Օ иթюնеራθсаզ κастխ
- Имուտማσխ гуኡи из щеφዩр
- Υшեйо ιвοцу к
- ዎωሂሡβоቻυ ущጦжушሉма ኽ
- Խбух ιлև
- Θኣоኃω гурсሹжո
- ሯιյеկузази ቤεфիшовеճе уዘኯврխ эмυቯուηоմ
- ጸույ эዌαцуκጯզዛգ
- Иካևд ибеπиዢիпси ու
- Аш ኢιнаξ
Berikutini adalah ustadz-ustadz salafi yang bisa dijadikan rujukan dalam beragama, silahkan ambil ilmu dari mereka-mereka hafidzhahumullahu ta’ala ini. 1. Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas (Murid Syaikh Ibnu 'Utsaimin) 2. Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat (Pakar Hadits) 3. Ustadz Abdurrahman At-Tamimi. 4.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Belakangan masyarakat disektitar rumah diributkan dengan riuh kabar berita pertentangan antara ASWAJA dan SALAFI. Berbagai tokoh masyarakat turut andil dalam hiruk-pikuk kabar tersebut. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat saya masih memegang teguh ajaran kultural atau bisa disebut dengan kaum tradisionalis. Jadi kalau ada faham dan ajaran baru, sangat wajar jika responsif. Sedikit saya akan menuliskan tentang perbedaaan ajaran ASWAJA dan SALAFI diambil dari berbagai buku bacaan. Baca juga Pengertian dan Nilai-Nilai Aswaja Kalaupun nanti ada kekeliruan, kekurangan sangat menarik untuk dikaji lebih mendetail. Agar bisa menambah khazanah pengetahuan, berikut perbedaan antara ASWAJA DAN SALAFI Secara arti kata Ahl, berarti keluarga, golongan, atau bermakna al-thariqah berarti jalan .Al-Jama'ah, asal katanya ijtima' perkumpulan, yang merupakan lawan kata taffaruqperceraian dan furqah perpecahan. Adapun secara definisi secara istilah Aswaja terdiri dari dua pengertian, yaitu Sunnah adalah suatu nama untuk cara yang diridlai dalam agama, yang telah ditempuh oleh Rasullulah. Baca juga Feminis Aswaja sebagai Ciri Khas Gerakan KOPRIJama'ah adalah kelompok kaum muslimin dari para pendahulu dari kalangan sahabat, tabi'in, dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat. Syaikh Abdullah al-Harari menegaskan pengertian al-Jama'ah merupakan aliran yang diikuti oleh mayoritas kaum muslimin al-sawad al-a'zham.Sedangkan SALAFI Bisa juga disebut dengan Wahabi pencetusnya adalah Muhammad bin Abdul Wahhab berada ketika pemerintahan Sultan Salim III 1204-1222 H. Para pengikut Wahabi memberi pengakuan salaf shalih 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya
Disampingitu mereka juga memiliki kekebalan terhadap pemikiran- pemikiran salah yang ada di dunia Islam dan paham-paham yang bertentangan dengan apa yang dianut oleh generasi Salaf.13 Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “para pendidik harus mengajarkan kepada para pembelajar semenjak remaja mengenai fakta-fakta berikut ini: a) Islam adalah Din
Perdebatan antara kelompok Salafi dan Ahlussunnah wal Jama’ah Aswaja di antaranya berkisar pada persoalan bid’ah hasanah. Masing-masing menyuguhkan dalil dari Al-Qur’an dan hadits, bahkan kelompok Salafi tak jarang menjadikan pendapat imam mazhab sebagai bahan “memukul”. Berikut ini adalah percakapan imajiner yang sejatinya berangkat dari kasus-kasus yang umum kita jumpai. Meski imajiner, narasi dalam dialog ini memiliki valditas ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Redaksi Salafi Orang yang mengaku bermazhab Syafi’i itu hanya mempelajari fiqih Syafi’i saja, tapi tidak mau mempelajari aqidahnya. Aqidah pengikut mazhab Syafi’i itu sudah menyimpang dari aqidah Imam Syafi’i. Aswaja Lowh… Salafi Dan lagi, selama ini pengikut Syafi’i itu ternyata telah menyimpang dari penjelasan Imam Syafi’i sendiri. Aswaja Owh… Contohnya? Salafi Misalnya tentang bid’ah hasanah. Imam Syafi’i itu tak mengakui bid’ah hasanah! Sementara yang mengaku sebagai pengikutnya justru mengakui dan membela mati-matian bid’ah hasanah. Aswaja Wah, ajib nih. Gimana penjelasannya? Salafi Coba dengarkan ini. Ulama kami, namanya Syekh Muhammad Alu al-Syaikh mengutip pendapat dari dua kitab ulama pengikut mazhab Syafi’i, yaitu Imam al-Ghazali dan Syekh al-Mahalli. Dengarkan ya. ولهذا قال الإمام الشافعي رحمه الله في كلمته المشهورة التي نقلها عنه أئمة مذهبه وعلماؤه كالغزالي في "المنخول" ص374، والمحلي في "جمع الجوامع-2/395 بحاشيته" "من استحسن فقد شرع" Perlu diterjemahkan nggak? Aswaja Terjemahkan saja. Jangan-jangan terjemahannya saja yang salah. Salafi Ah, ya tidak. Ini terjemahannya “Oleh karena itu, Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan dalam kalimat beliau yang populer, yang dinukil oleh imam-imam dan ulama-ulama mazhabnya, seperti al-Ghazali dalam al-Mankhul hal. 374 dan al-Mahalli dalam Jam’u al-Jawami’ 2/395 dan Hasyiyahnya Man istahsana faqad syarra’a barangsiapa melakukan istihsan/menilai baik sesuatu’ maka dia telah membuat-buat syariat.” Aswaja Oh, masalah istihsan. Terus? Salafi Nah, ini lebih tegas nih di kitab induk Imam Syafi’i, yaitu al-Risalah dan al-Umm. Imam Syafi’i ternyata memang mengatakan barangsiapa melakukan istihsan/menilai baik sesuatu’ maka dia telah membuat-buat syariat. Jadi tidak mungkin Imam Syafi’i menyatakan adanya bid’ah hasanah, karena beliau menolak istihsan. Makanya di sini Syekh Muhammad Alu al-Syaikh dalam kitab yang sama, jilid 8, halaman 45 menjelaskan كيف يقول الشافعي رحمه الله بالبدعة الحسنة وهو القائل "من استحسن فقد شرع".والقائل في "الرسالة" ص507"إنما الاستحسان تلذذ".وعقد فصلاً في كتابه "الأم" 7/293- 304 بعنوان"إبطال الاستحسان" “Bagaimana Syafi’i rahimahullah mengakui keberadaan bid’ah hasanah, sedang beliau mengatakan, Barangsiapa melakukan istihsan maka dia telah membuat-buat syariat.’ Beliau juga mengatakan dalam al-Risalah hal 507, Istihsan adalah perbuatan untuk mencari kesenanangan diri.’ Imam Syafi’i juga membuat bab tersendiri dalam al-Umm 7/293-304 dengan judul Pembatalan Istihsan’.” Jadi intinya, kalian yang mengaku sebagai penganut mazhab Syafi’i, pahamilah kalam Imam Syafi’i dengan kaidah dan ushul ajaran mazhab Syafi’i. Jelas-jelas beliau tidak mengakui istihsan. Aswaja Jadi karena Imam Syafi’i menolak istihsan, lalu kalian simpulkan beliau menolak bid’ah hasanah? Salafi Ya, coba ini keterangan berikutnya الفصل الخامس القيام عند ذكر ولادته - صلى الله عليه وسلم - وزعمهم أنه يخروج إلى الدنياأثناء قراءة قصص المولد حثت القصص التي تقرأ بمناسبة الاحتفال بالمولد على القيام عند ذكر ولادة النبي - صلى الله عليه وسلم -وخروجه إلى الدنيا ومما جاء فيها من ذلك ما يليقال البرزنجي في "مولده" ص77 قد استحسن القيام عند ذكر مولده الشريف أئمة ذوو رِواية و روية فطوبى لمن كان تعظيمه - صلى الله عليه وسلم - غاية مرامه ومرماه. حكم الاحتفال بالمولد النبوي والرد على من أجازه" للشيخ محمد بن إبراهيم آل الشيخ رحمه الله ص29-30 ـ “Pasal kelima tentang berdiri saat momen penyebutan kelahiran Nabi ﷺ dan klaim mereka bahwa Nabi keluar ke dunia saat pembacaan kisah-kisah maulid. Kisah-kisah yang dibaca dalam acara peringatan maulid ini meniscayakan agar orang yang membacanya berdiri ketika penyebutan kisah kelahiran Nabi ﷺ dan bahwa beliau keluar ke dunia. Di antara penjelasan mereka adalah sebagai berikut. Al-Barzanji mengatakan dalam kitab Maulid hal 77, Para ulama yang menguasai riwayat dan maknanya menganggap baik istahsana, dari kata istihsan, penj berdiri saat penyebutan kelahiran beliau yang mulia. Maka sungguh beruntung orang yang menjadikan pengangungan terhadap Nabi Muhammad ﷺ sebagai tujuan dan kecintaannya.” Muhammad Alu al-Syaikh, Hukm al-Ihtifal bi al-Maulid al-Nabawi, hal 29-30. Aswaja Owh, paham, paham. Jadi ketika Imam al-Barzanji menganggap baik atau istahsana, dari kata istihsan amaliah berdiri saat penyebutan kelahiran Nabi Muhammad, lalu kalian benturkan dengan penolakan Imam Syafi’i terhadap istihsan itu? Salafi Iya. Aswaja Saya simpulkan ya. Menurut keterangan Syekh Muhammad Alu al-Syaikh tadi Pertama, Imam Syafi’i tidak mengakui bid’ah hasanah. Kedua, ketidaksetujuan Imam Syafi’i terhadap bid’ah hasanah itu dengan dasar karena beliau menolak istihsan. Ketiga, Alu al-Syaikh telah mengartikan istihsan yang ditolak oleh Imam Syafi’i dengan makna yang bersifat harfiah-menyeluruh atau generalisasi, yaitu “menganggap baik sesuatu”, termasuk dalam hal ini sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Salafi Betul. Kan memang seperti itu. Aswaja Sepertinya ada kesalahan ilmiah yang fatal di sini. Antum salah pikir. Salafi Lowh, kenapa? Antum harus menerima ini sebagai kebenaran, ya akhi. Memang umat Islam di Indonesia yang mengaku bermazhab Syafi’i sudah jauh dari tuntunan Imam Syaf’i. Ini fakta. Sudah, akui saja. Aswaja Ya akhi. Apa hubungan antara istihsan dengan bid’ah hasanah? Tidak ada hubungannya kecuali bila hanya secara paksa dihubung-hubungkan saja. Penulis kitab yang antum baca itu mengajak orang lain untuk memahami kaidah dan prinsip Imam Syafi’i untuk menafsirkan kalam Imam Syafi’i. Namun justru dia membuat pemaknaan sendiri tentang istihsan yang ditolak oleh Imam Syafi’i. Salafi Kan jelas Imam Syafi’i menolak sikap menganggap baik sesuatu atau istihsan itu. Jadi beliau menolak bid’ah hasanah kan? Aswaja Wah, kok pemahamannya begitu. Betulkah Imam Syafi’i menolak bid’ah hasanah melalui konsep istihsan? Apa betul kita sebagai penganut mazhab Syafi’i yang menganggap baik maulid, berdiri dalam pembacaan shalawat, dan sebagainya telah bertentangan dengan pendapat Imam Syafi’i? Dengarkan akhi ya. Pertama, menurut Imam Syafi’i, istihsan yang tidak boleh itu adalah bila bertentangan dengan dalil Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kitab ar-Risalah dijelaskan وهذا يبين أن حراما على أحد أن يقول بالاستحسان إذا خالف الاستحسان الخبر والخبر من الكتاب والسنة “Hal ini menjelaskan bahwa haram bagi seseorang berpendapat dengan istihsan jika istihsan tersebut bertentangan dengan khabar. Sementara khabar itu dari Al-Qur’an dan as-Sunnah.” al-Syafi’i, ar-Risalah, 503 Kedua, istihsan yang dimaksud oleh Imam Syafi’i adalah istihsan sebagai lawan qiyas. Dalam ar-Risalah, hal 504 dijelaskan لِهَذَا تَدُلُّ على إبَاحَةِ الْقِيَاسِ وَحَظْرِ أَنْ يُعْمَلَ بِخِلَافِهِ من الِاسْتِحْسَانِ. “Dengan ini menjadi dalil tentang kebolehan qiyas dan larangan untuk mengamalkan sebaliknya yaitu istihsan.” Salafi Istihsan itu kan artinya menolak menganggap baik sesuatu. Sudah, jangan sulit-sulit mengartikan ucapan Imam Syafi’i itu. Beliau menolak bid’ah hasanah atas nama istihsan. Aswaja Itulah hobi kalian. Sukanya mengartikan sesuatu dengan harfiah, tapi tak mau meneliti lebih mendalam. Antum harus tahu, baik ar-Risalah maupun al-Umm, itu adalah kitab ushul fiqh. Apa istihsan yang dimaksud dalam ushul fiqih itu? Para pakar ushul fiqih memiliki beberapa pengertian tentang istihsan ini. Syekh Muhammad al-Amin al-Syinqithi dalam Mudzakkirah Ushul Fiqh ala Raudhatun Nazhir misalnya merilis beberapa definisi tersebut. Terdapat ulama ushul yang memberikan pengertian istihsan dengan “Sesuatu yang dianggap baik oleh seorang mujtahid dengan akalnya ma yastahsinuhul mujtahidu bi aqlih.” Apakah yang dianggap baik tersebut? Ternyata objeknya adalah dalil. Oleh karena itu, terdapat ulama ushul yang memberikan pengertian istihsan dengan “Suatu dalil yang terbesit di benak mujtahid tanpa mampu untuk dia ungkapkan dalilun yanqadihu fi nafsil mujtahidi la yaqdiru alat ta’biiri anhu.” Antum bisa baca di kitab beliau, Mudzakkirah Ushul Fiqh ala Raudhatun Nazhir, halaman 259. Nah, berdasarkan pengertian istihsan tersebut dapat disimpulkan bahwa objek istihsan itu adalah dalil. Maksudnya, suatu pikiran dalam benak mujtahid untuk memilih suatu dalil dan meninggalkan yang lain, namun ia tak dapat mengungkapkan mengapa ia memilih dalil tersebut dan meninggalkan yang lain. Hal inilah yang ditolak oleh Imam Syafi’i, bukan istihsan yang antum artikan “menganggap baik sesuatu” secara umum, atau “menilai sesuatu sebagai bid’ah hasanah”. Salafi Tapi al-Barzanji secara jelas tadi mengatakan bahwa berdiri saat pembacaan maulid itu di-istihsan-kan oleh para penghobi Maulid. Bagaimana nih? Ana ulang lagi ya قد استحسن القيام عند ذكر مولده الشريف أئمة ذوو رِواية و روية Aswaja Ya akhi, ulama Ahlussunnah wal Jama’ah ketika menganggap baik sesuatu memang memakai kata yang dimaksud adalah istihsan dari segi bahasa, bukan dalam bidang Ushul Fiqh. Antum harus lanjutkan kalam al-Barzanji itu. Jangan dipotong-potong. Lanjutan kalam beliau tentang istihsan saat qiyam dalam pembacaan Maulid, sebagaimana dikutip Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam kitab al-Bayan wa al-Ta’rif fi Dzikra al-Mawlid al-Nabawi, hal 29-30 begini ونعني بالاستحسان بالشيئ هنا كونه جائزا من حيث ذاته وأصله ومحمودا ومطلوبا من حيث بواعثه وعواقبه, لا بالمعنى المصطلح عليه في أصول الفقه. “Yang kami maksud dengan istihsan atau menganggap baik sesuatu di sini adalah sesuatu yang dari asalnya suatu perbuatan itu boleh serta dari sisi tujuan dan dampaknya memang baik dan diharapkan. Bukan istihsan yang diistilahkan dalam ilmu ushul fiqh.” Fahimtum? Jadi berdiri adalah sesuatu yang boleh. Bila tujuan dan dampaknya baik – sebagaimana dalam mahallul qiyam – maka itu baik. Itulah yang disebut istihsan di sini, bukan istihsan dalam ushul fiqh yang memang ditolak oleh Imam Syafi’i. Salafi Jadi, salah ya bahwa Imam Syafi’i menolak bid’ah hasanah dengan dalih beliau menolak istihsan. Aswaja Ya iyalah. Makanya antum dan jamaah antum selama ini hanya digiring saja untuk memahami sesuatu hanya sesuai yang dimaui Syekh-Syekh antum itu. Teliti lagi ya akhi. Jangan manggut-manggut saja. Apalagi ini jelas makar terhadap pernyataan Imam Syafi’i. Ini namanya kedustaan atas nama beliau. Belum lagi, al-Hafizh al-Baihaqi dalam Manaqib al-Imam al-Syafi’i menyitir pendapat sang imam bahwa bid’ah itu ada dua, yaitu sesat dan tidak sesat. اَلْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ مَا أُحْدِثَ مما يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أثرا أوإِجْمَاعًا فَهذه بِدْعَةُ الضَّلالِ وَمَا أُحْدِثَ من الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهذه مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ. الحافظ البيهقي، مناقب الإمام الشافعي، ١/٤٦٩ ـ “Sesuatu yang baru muhdats itu ada dua, sesuatu yang baru dikerjakan yang bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah, atsar, atau ijma’, maka ini adalah bid’ah yang sesat. Sementara sesuatu baru yang baik yang tidak bertentangan dengan sedikitpun dari hal itu maka ini adalah bid’ah yang tidak jelek.” Syekh Ibnu Taimiyah dalam al-’Aql wa al-Naql mengomentari, periwayatan al-Baihaqi ini sanadnya shahih. Beliau menjelaskan قَالَ عَنْهُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِي العَقْلِ وَالنَّقْلِ 1/ 248 رَوَاهُ البَيْهَقِي بِإِسْنَادِهِ الصَّحِيْحِ فِي المدْخَلِ “Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam al-Aql wa al-Naql, 1/248, periwayatan ini tentang Imam Syafi’i membagi bid’ah menjadi dua diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang sahih dalam al-Madkhal.” Salafi Baik, baik. Saya simpulkan ya. Dengan membagi bid’ah menjadi dua, sesat dan tidak sesat, itu artinya justru Imam Syafi’i sendiri mengakui keberadaan bid’ah hasanah. Sama seperti pemahaman jumhur atau mayoritas ulama setelah beliau. Maka klaim bahwa Imam Syafi’i menolak bid’ah hasanah – apalagi dengan dalih beliau menolak istihsan – adalah sebuah kegagalan pemahaman dari kami. Aswaja Nah, ahsantum, ya akhi. Barakallah fiikum. Ustadz Faris Khoirul Anam, Lc., Wakil Direktur Aswaja NU Center PWNU Jatim
Aswajaitu adalah kependekan dari “Ahlus Sunnah Wal Jamaah” yang secara etimologi (asal usul kata), terdiri dari 3 buah kata. Pertama, Ahl yang artinya: keluarga, golongan atau pengikut. Kedua, al-Sunnah yang berarti:
Bismillah, Salafy adalah mereka yang setidaknya faham dan mengamalkan beberapa nash ini Allah Azza wa jalla berfirman ”Berpeganglah kamu semua pada tali Allah Al Qur’an dan Sunnah, dan janganlah kamu berpecah belah” Al Qur’an. Surat Ali Imron 103 “ Hai orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan Ulil Amri diantara kamu, Kemudian jika kamu berlainan/berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Kitabullah Al Qur’an dan Rasul Sunnahnya jika kalian benar2 beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” Al Qur’an. Surat An Nisa’ 59 “Katakanlah , "Inilah jalan ku, aku dan orang-orang yang mengikuti ku menyeru kalian kepada Allah Ta`ala dengan ilmu yang nyata .Maha Suci Allah dan aku tidak termasuk oarng-orang yang musyrik” QS. Yusuf 108 “Wahai orang2 yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan Total, dan jangan kamu ikuti langkah2 syetan, sesungguhnya ia syetan adalah musuhmu yang nyata” QS. Al Baqoroh ayat 208 Dari Mu’awiah Radhiallahu anhu, ia berkata Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam berdiri diantara kami lalu bersabda “Ketahuilah bahwa umat sebelum kalian dari golongan ahli kitab berpecah-pecah menjadi 72 firqoh/golongan, dan sesungguhnya umatku sampai dengan hari kiamat nanti akan terpecah menjadi 73 firqoh/golongan, dimana dari 73 golongan ini, yang 72 golongan terancam neraka dan hanya satu golongan yang menjadi ahli surga. Ketika para sahabat bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang siapa golongan yang hanya satu itu, Rasulullah menjawab “Al jama’ah, yang aku dan para sahabatku ada diatasnya/berpijak pada sunnahku”. SHAHIH, Riwayat Ahmad, Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda ”Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu amalan dalam urusan agama yang bukan datang dari kami Allah dan Rasul-Nya, maka tertolaklah amalnya itu”. SHAHIH, riwayat Muslim Juz 5,133 Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Amma ba’du! Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah Al-Qur’an dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam. Dan sejelek-jelek urusan adalah yang baru / yang diada-adakan Muhdast dan setiap yang muhdast adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” SHAHIH, riwayat Muslim Juz 3, 11, riwayat Ahmad Juz 3, 310, riwayat Ibnu Majah no 45 Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya Syetan telah berputus asa untuk disembah dinegri kalian, tetapi ia senang ditaati menyangkut hal selain itu diantara amal perbuatan yang kalian anggap sepele, maka berhati-hatilah. Sesungguhnya aku telah meninggalkan/mewariskan pada kalian apa2 yang jika kalian berpegang teguh padanya, maka kalian tidak akan sesat selamanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah NabiNya” HASAN, riwayat Bukhari, Muslim, Al Hakim, Adz zahabi, Albani Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, patuh dan taat walaupun dipimpin budak Habasyi, karena siapa yang masih hidup dari kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah pada Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang baru yang diada-adakan kepada hal-hal yang baru itu adalah kebid'ahan dan setiap kebid'ahan adalah kesesatan”. [SHAHIH. Dawud 4608, At-Tirmidziy 2676 dan Ibnu Majah 44,43,Al-Hakim 1/97] “Aku tinggalkan kalian di atas jalan yang putih, malamnya bagaikan siangnya, tidak ada seorang pun sepeninggalku yang berpaling darinya melainkan ia akan binasa….”[SHAHIH. HR Ibnu Majah 1/16 no. 43 dan lain-lain, dari hadits Al-Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu. Ini lafazh dalam Sunan Ibnu Majah. Lihat juga As-Silsilah Ash-Shahihah 2/610 no. 937] Sedangkan ASWAJA, mereka menyandarkan pemahaman mereka kepada tokoh yang mereka anggap sebagai pencetus faham mereka ini yaitu Abu Al Hasan Asy 'ariy dan Al Maturidi. Mereka sebenarnya boleh jadi faham dengan dalil2 diatas, namun mereka memahaminya dengan sudut faham yang lain, dengan pemahaman yang berbeda, dimana mereka menganggap dan meyakini adanya bid'ah hasanah. Oleh sebab itu mereka banyak mengamalkan hal2 bid'ah hasanah yang menurut mereka TIDAK ADA DALIL LARANGANNYA, seperti tahlilan, yasinan, maulidan, ngalap berkah, sholawatan, niat sholat pake usholli dan lain2 banyak sekali ragamnya. Mereka juga berkeyakinan bahwa Allah bukan diatas Arasy, namun bagi mereka Allah adalah ada pada segala tempat tanpa arah. CONTOH makhluk 'ASWAJA’ yang bisanya cuma berkata2 tapi tidak mampu mempertanggungjawabkannya, aswaja style, banyak bicara, ketika ditanya, diam seribu bahasa, atau jika merespon pun, isinya tidak jauh dari celaan, hinaan, dan hahahihi, mari kita sama sama buktikan perkataan saya, apakah makhluk ini berilmu ? ataukah sama saja dengan habitatnya, makhluk tercela yang suka mencela ulama dan jaahil bodohnya mungkin bukan kuadrat lagi, tapi lebih bodoh dari orang bodoh itu sendiri ciri ciri ASWAJA’ aliran warisan jahiliyah 1. lidahnya ga pernah berhenti menyebut kata wahabi’ –> perhatikan setiap postingan dan komen2nya, selalu saja menyebut/menulis kata wahabi’, sepertinya mereka cinta’ sekali dengan kata ini, tapi ya itu, mereka itu sebenarnya cinta dengan kata wahabi’ ini, tapi mereka cuma enggan’ mengakuinya.. D 2. sasarannya random ada yang menasihati dia, pasti disebutnya wahabi’ –> ga percaya ? silahkan lihat postingan atau komen2nya, ada foto orang arab lagi ngapain, langsung di post sama dia dan dikatakan wahabi, atau ada yg ngebom ga jelas di negeri ini, mereka menyebutnya, itu wahabi, ada yang menasihati agar mereka berbicara dengan adab, lagi lagi mereka mengatakan orang itu, wahabi’, intinya, siapapun yang menasihati mereka dan melakukan perkara-perkara yang buruk, mereka langsung otomatis’ menyematkan kata wahabi’ terhadap perkara tersebut 3. perhatikan cara interaksinya jauh sekali dari adab dan etika –> kalau yang ini udh ga perlu diragukan lagi, silahkan kunjungi postingan2nya, dan lihat komen2 disana, isinya semua tidak jauh dari hinaan, ejekan, hujatan, dan kata2 kotor lainnya, sungguh sangat bertolak belakang dengan klaim mereka yaitu ahlus sunnah’, masa ada ahlus sunnah komennya kayak gitu ? hanya orang berakal yang mampu melihat kebodohan ini, dan hanya orang bodoh kuadrat yang percaya dan membenarkan apa yang mereka klaim sebagai kebenaran 4. ketika diajak diskusi mereka tiba tiba diam, menghina, atau berputar-putar ini biasanya dari kalangan sufi –> sungguh perkara yang sangat sia-sia mengajak mereka bicara baik2 dan berdiskusi, karena 3 hal diataslah yang akan mereka terapkan, ga percaya ? buktikan sendiri, ajaklah mereka berdiskusi satu satu di postingan mereka, pasti yang akan anda terima adalah hinaan, makian, ejekan, tertawaan, setelah itu mereka asyik berputar2 seputar 3 hal itu dan akhirnya kalian akan membuang-buang waktu meladeninya 5. coba tanyakan apa itu wahabi’ mereka tidak akan mampu menjawabnya dengan benar –> kenapa ? karena mereka memang jaahil bodoh, cuma modal internet sama bodoh’ aja, jadi ketika kita tanya, “bisa dijelaskan kepada saya apa itu wahabi? “, mereka pasti tidak akan mampu menjawabnya, dan lagi lagi, anda akan menerima apa yang sudah saya jelaskan di point 6. buat mereka semua perkara dalam ibadah yang baru itu baik atau bid’ah hasanah padahal semua bid’ah itu sesat, dan yang namanya sesat mana ada yang hasanah baik iya toh??? –> Buktinya apa ? lihat saja, mereka meminta-minta kepada mayit, mereka katakan ini baik hasanah, merayakan ultah Rasul, mereka katakan ini baik, bentuk cinta katanya, padahal para shahabat radhiyallahu anhum yang begitu cinta sama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ga pernah tuh ngerayain, Rasulullah aja ga pernah ngerayain ultahnya nabi2 terdahulu, even orangtua beliau, tapi ketika ditanya, ada yg bilang, loh apa salahnya, kan cuma ngerayain, itu kan bukan ibadah, tapi kenyataannya ?? didalam acara maulid diisi dengan ibadah, lah semua ibadah butuh dalil, sedangkan ibadah yg mereka lakukan di dalam maulid tanpa dalil, lantas ini bagaimana ? dan masih banyak lagi segala perkara2 yang bahkan jatuh kepada syirik mereka klaim sebagai bid’ah hasanah sesat yang baik, sekarang silahkan tanya kepada anak kecil, “nak… apakah ada kesesatan yang baik?” anak kecil pun akan bingung, karena fitrah dari akal manusia itu adalah menolak segala bentuk keanehan, begitu juga dengan sesat yang baik’, apakah kalian yang jauh lebih dewasa lebih bodoh dari anak kecil ? silahkan kembali berfikir, sesat yang baik ? come on 7. jika ada yang berhujjah pun hujjah nya lemah bagai sarang laba-laba –> Biasanya mereka memakai dalil dari hadits2 dhoif, palsu, kata’ kata kyai saya, kata ustad saya, kata Habib saya, hawa nafsu bukankah baik, daripada, apakah salah, dan jika mereka menggunakan dalil yang shahih pun, lihat pemahamannya = pasti bathil, mereka memahami nash sesuai nafsunya sendiri tanpa merujuk kepada ulama Salaf yang mengikuti umat terdahulu yang berada di atas kebenaran, silahkan buktikan sendiri perkataan saya ini === Adapun Wahabi adalah sebutan "tuduhan” bagi mereka2 berpegang teguh pada as sunnah dan memerangi syirik sebagaimana dakwah yang di canangkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang mana dakwah beliau adalah memurnikan Islam yang “Anti Syirik” dan “Anti Bid'ah”. Sebutan tuduhan “wahabi” ini di prakarsai oleh musuh2 dakwah tauhid yang mana mereka adalah “Ahlul bid'ah” dan"Ahlusy Syirik" SIAPA PENCETUS PERTAMA ISTILAH WAHHABI? Suatu hal yang jelas bahwa Inggris merupakan negara barat pertama yang cukup interest menggelari dakwah ini dengan “Wahhabisme”, alasannya karena dakwah ini mencapai wilayah koloni Inggris yang paling berharga, yaitu India. Banyak ulamâ` di India yang memeluk dan menyokong dakwah Imâm Ibn Abdil Wahhâb. Juga, Inggris menyaksikan bahwa dakwah ini tumbuh subur berkembang dimana para pengikutnya telah mencakup sekelompok ulamâ` ternama di penjuru dunia Islâm. Selama masa itu, Inggris juga mengasuh sekte Qâdhiyânî dalam rangka untuk mengganti mainstream ideologi Islam. [Lihat Dr. Muhammâd ibn Sa’d asy-Syuwai’ir, Tashhîh Khathâ’ Târîkhî Haula`l Wahhâbiyyah, Riyâdh Dârul Habîb 2000; hal. 55]. Mereka berhasrat untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka di India dengan mengandalkan sebuah sekte ciptaan mereka sendiri, Qâdhiyânî, yaitu sekte yang diciptakan, diasuh dan dilindungi oleh Inggris. Sekte yang tidak menyeru jihad untuk mengusir kolonial Inggris yang berdiam di India. Oleh karena itulah, ketika dakwah Imâm Ibn Abdil Wahhâb mulai menyebar di India, dan dengannya datanglah slogan jihad melawan penjajah asing, Inggris menjadi semakin resah. Mereka pun menggelari dakwah ini dan para pengikutnya sebagai Wahhâbi’ dalam rangka untuk mengecilkan hati kaum muslimin di India yang ingin turut bergabung dengannya, dengan harapan perlawanan terhadap penjajah Inggris tidak akan menguat kembali.* Banyak Ulamâ` yang mendukung dakwah ini ditindas, beberapa dibunuh dan lainnya dipenjara.** Catatan * Hunter dalam bukunya yang berjudul “The Indian Musalmans” mencatat bahwa selama pemberontakan orang India tahun 1867, Inggris paling menakuti kebangkitan muslim Wahhâbi’ yang tengah bangkit menentang Inggris. Hunter menyatakan di dalam bukunya bahwa “There is no fear to the British in India except from the Wahhabis, for they are causing disturbances againts them, and agitating the people under the name of jihaad to throw away the yoke of disobedience to the British and their authority.” [“Tidak ada ketakutan bagi Inggris di India melainkan terhadap kaum Wahhâbi, karena merekalah yang menyebabkan kerusuhan dalam rangka menentang Inggris dan mengagitasi membangkitkan semangat umat dengan atas nama jihâd untuk memusnahkan penindasan akibat dari ketidaktundukan kepada Inggris dan kekuasaan mereka.”] Lihat Hunter, “The Indian Musalmans”, di London Trűbner and Co., 1871; Calcuta Comrade Publishers, 1945, 2nd edn.; New Delhi Rupa & Co., 2002 Reprint ** Di Bengal selama masa ini, banyak kaum muslimin termasuk tua, muda dan para wanita, semuanya disebut dengan “Wahhâbi” dan dianggap sebagai “pemberontak” yang melawan Inggris kemudian digantung pada tahun 1863-1864. Mereka yang dipenjarakan di Pulau Andaman dan disiksa adalah para ulama dari komunitas Salafî-Ahlul Hadîts, seperti Syaikh Ja’far Tsanisârî, Syaikh Yahyâ Alî 1828-1868, Syaikh Ahmad Abdullâh 1808-1881, Syaikh Nadzîr Husain ad-Dihlawî dan masih banyak lagi lainnya. Muhammad Ja’far, Târikhul Ajîb dan Târikhul Ajîb – History of Port Blair Nawalkshore Press, 1892, 2nd edition. Suatu hal yang perlu dicatat, di dalam surat-surat dan laporan-laporan yang dikirimkan kepada ayah tirinya dan pemerintahan Utsmâniyyah Ottomans, Ibrâhîm Basyâ Pasha, anak angkat Muhammad Alî Basyâ Pasha, juga menggunakan istilah Wahhâbi, Khowârij dan Bid’ah Heretics’ untuk menggambarkan dakwah Muhammad Ibn Abdul Wahhâb dan Negara Saudî [Lihat ibid, hal. 70]. Hal ini, tentu saja, terjadi sebelum Ibrâhîm Basyâ memberontak dan menyerang khilâfah Utsmâniyyah dan hampir saja menghancurkannya di dalam proses pemberontakannya. Dr. Nâshir Tuwaim mengatakan “Kaum Orientalis terdahulu, menggunakan istilah Wahhâbiyyah, Wahhâbî, Wahhâbis’ di dalam artikel-artikel dan buku-buku mereka untuk menyandarkan menisbatkan istilah ini kepada gerakan dan pengikut Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb. Beberapa diantara mereka bahkan memperluasnya dengan memasukkan istilah ini sebagai judul buku mereka, semisal Burckhardt, Brydges dan Cooper, atau sebagai judul artikel mereka, seperti Wilfred Blunt, Margoliouth, Samuel Zwemer, Thomas Patrick Hughes, Samalley dan George Rentz. Mereka melakukan hal ini walaupun sebagian dari mereka mengakui bahwa musuh-musuh dakwah ini menggunakan istilah ini untuk menggambarkannya, padahal para pengikut Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb tidak menyandarkan diri mereka kepada istilah ini. * Margoliouth sebagai contohnya, ia mengaku bahwa istilah Wahhâbiyyah” digunakan oleh musuh-musuh dakwah selama masa hidup pendiri’-nya, kemudian digunakan secara bebas oleh orang-orang Eropa. Walau demikian, ia menyatakan bahwa istilah ini tidak digunakan oleh para pengikut dakwah ini di Jazîrah Arab. Bahkan, mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai “Muwahhidŭn”. [ Margoliouth, Wahabiya, hal. 618, 108. Artikel karya Margoliouth yang berjudul Wahhabis’ ini juga dapat ditemukan di dalam The First Encyclopaedia of Islam, 1913-1936 New York Brill, 1987 Reprint , karya Houtsma, Arnold, R. Basset, R. Hartman, Wensinck, Gibb, W. Heffening dan E. Lêvi-Provençal ed dan The Shorter Encyclopaedia of Islam Leiden and London Brill and Luzac & Co., 1960, hal. 619 karya Gibb, Kramers dan E. Lêvi-Provençal ed. Artikel ini juga dicetak ulang dalam o Reading, UK Ithaca Press, 1974 o Leiden Brill, 1997 o Dan cetakan pertama, Leiden and London Bril and Luzac & Co., dan New York Cornel University Press, 1953.] Biar bagaimanapun, siapa saja yang menggunakan istilah ini , baik dari masa lalu sampai saat ini, telah melakukan beberapa kesalahan, diantaranya * Mereka menyebut dakwah Muhammad bin Abdul Wahhâb sebagai Wahhâbiyyah’, walaupun dakwah ini tidak dimulai oleh Abdul Wahhâb, namun oleh puteranya Muhammad. * Pada awalnya, Abdul Wahhâb tidak menyetujui dakwah puteranya dan menyanggah beberapa ajaran puteranya. Walau demikian, tampak pada akhir kehidupannya bahwa beliau akhirnya menyetujui dakwah puteranya. Semoga Alloh merahmatinya. Musuh-musuh dakwah, tidak menyebut dakwah ini dengan sebutan Muhammadiyyah –terutama semenjak Muhammad, bukan ayahnya, Abdul Wahhâb, memulai dakwah ini- karena dengan menyebutkan kata ini, Muhammad, mereka bisa mendapatkan simpati dan dukungan dakwah, ketimbang permusuhan dan penolakan. Istilah “Wahhâbi”, dimaksudkan sebagai ejekan dan untuk meyakinkan kaum muslimin supaya tidak mengambil ilmu atau menerima dakwah Muhammad ibn Abdul Wahhâb, yang telah digelari oleh mereka sebagai mubtadi’ ahli bid’ah yang tidak mencintai Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam. Walaupun demikian, penggunaan istilah ini telah menjadi sinonim dengan seruan dakwah untuk berpegang al-Qur`ân dan as-Sunnah dan suatu indikasi memiliki penghormatan yang luar biasa terhadap salaf, yang berdakwah untuk mentauhîdkan Allôh semata serta memerintahkan untuk mentaati semua perintah Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam. Hal ini adalah kebalikan dari apa yang dikehendaki oleh musuh-musuh dakwah. [Lihat Qodhî Ahmad ibn Hajar Alu Abŭthâmi al-Bŭthâmi, Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb His Salafî Creed and Reformist Movement, hal. 66]. Pada belakang hari, banyak musuh-musuh dakwah Imam Muhammad Ibn Abdul Wahhâb akhirnya menjadi kagum terhadap dakwah dan memahami esensi dakwahnya yang sebenarnya, melalui membaca buku-buku dan karya-karyanya. Mereka mempelajari bahwa dakwah ini adalah dakwah Islam yang murni dan terang, yang Alloh mengutus semua Nabi-Nya alaihim`us Salâm untuknya untuk dakwah tauhîd ini. Perlu dicatat pula, bahwa diantara karakteristik mereka yang berdakwah kepada tauhîd adalah, adanya penghormatan yang sangat besar terhadap al-Qur`ân dan sunnah Nabi. Mereka dikenal sebagai kaum yang mendakwahkan untuk berpegang kuat dengan hukum Islam, memurnikan tashfiyah dan mendidik tarbiyah bahwa peribadatan hanya milik Allôh semata serta memberikan respek terhadap para sahabat nabî dan para ulamâ` Islâm. Mereka adalah kaum yang dikenal sebagai orang yang lebih berilmu di dalam masalah ilmu Islam secara mendetail daripada kebanyakan orang selain mereka. Telah menjadi suatu pengetahuan umum bahwa dimana saja ada seorang salafî bermukim, kelas-kelas yang mengajarkan ilmu sunnah tumbuh subur. Sekiranya istilah “Wahhâbî” ini digunakan untuk para pengikut dakwah, bahkan sekalipun dimaksudkan untuk mengecilkan hati ummat agar tidak mau menerima dakwah mereka, tetaplah salah baik dulu maupun sekarang, menyebut dakwah ini dengan sebutan “Wahhâbiyyah”. Imâm Muhammad ibn Abdul Wahhâb berdakwah menyeru kepada jalan Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam dan para sahabat nabi, beliau tidak berdakwah menyeru kaum muslimin supaya menjadi pengikutnya. Dakwah beliau bukanlah sebuah aliran/sekte baru, namun dakwah beliau adalah kesinambungan warisan dakwah yang dimulai dari generasi pertama Islam dan mereka yang mengikuti jalan mereka dengan lebih baik. Rules kalau tidak setuju, kemukakan dengan santun, atau antum balas dengan dalil shahih jika salah… 'afwan jika mungkin ada yang tidak terima dengan ini… semoga Allah memberikan kita pemahaman agama yang benar seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam… aamiin… Baarakallahu Fiikum
- Едዠгу клаρθзαсаχ
- Сепабθш ሞχонте
- Щепαгл խснաщሥхυдε шጉηезушեጎу
Untukmembentengi paham Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) annahdliyah, warga Nahdhatul Ulama’ (NU) hendaknya mengenal tentang Manhaj (metode) Salafi Wahabi, Abu Zahroh dalam kitabnya “Thoriqul Madzahib” mengungkapkan
Mungkin org org yang awam tidak begitu menyadari perbedaan besar antara akidah yang dijalani Ahlusunnah wal jamaah dengan Akidah Ala wahabi. Sehingga sebagian diantarnya ada yang berhujah dengan keduanya karna tidak bisa membedakannya dan akibatnya..terjadi kerancuan bahkan menimbulkan kesalah pahaman yang makin org semacam ini..hanya mengikuti saja pendapat sebagian org tanpa berfikir jauh jika ada hal yang salah dalam pemahamnnya. Lucunya lagi ada yang mengaku Ahlusunnah wal jama`ah..namun apa yang ia sampaikan..justru paham paham wahabi. Ada pula wahabi wahabian..alias pengikut taglid yang sebenarnya tidak byk paham akidah wahabi namun kemudian malah apa yang ia utarakan..justru paham paham Ahlususnnah wal jama`ah…yang dia anggap itu ajaran celakanya lagi ia ngotot mempertahankannya dgn mengatakan “ Inilah akidah wahabi yang benar. Untuk memahami apa sebenarnya yang menjadi pokok persoalan antara ahlusunnah wal jam`ah dgn wahabi, berikut ini penulis mencoba menjelaskan sebagian dari permasalahan itu ; 1/ Persoalan MAHA SUCI ALLAH DARIPADA SIFAT DUDUK atau BERSEMAYAM Pendapat Aswaja Menganggap atau mengatakan bahwa Allah duduk atau bersemayam di atas arasy atau di atas kursi Adalah suatu hal yang keliru karna yang demikian itu adalah sifat makhluk Allah bukan sipat Allah. DALILNYA Firman Allah Ta’ala “DiaAllah tidak menyerupai sesuatu pun daripada makhlukNya,baik dari satu segi maupun dari semua segi, dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupaiNya”Asyura ayat11 Pendapat Wahabi Wahabi menyamakan Allah dengan manusia dan juga berkata“Allah duduk di atas kursi” RUJUKANNYA lihat Kitab mereka Fathul Majid,Karangan Abdul Rahman bin Hasan bin Mohd bin Abdul wahab,m/s356,Cetakan Darul Salam,Riyadh. Arab saudi 2/ Persoalan MAHA SUCI ALLAH dan JISIM Pendapat Aswaja Allah Ta’ala tidak sama dengan makhlukNya, Dia tidak mempunyai anggota dan jisim sebagaimana Yang dimiliki oleh makhluk. DALILNYA . Firman Allah Ta’ala_ ليس كمثله شى Maksudnya “Dia Allah tidak menyerupai sesuatu pun dari makhlukNya baik dari satu segi maupun dari semua segi, dan tidakada sesuatu pun yang menyerupaiNya”.Asyura ayat11 Pendapat Wahabi Ibnu Baz berkata “penafian jisim dan anggota bagi Allah adalah suatu yang dicela” Rujukannya lihat Kitabnya Tanbihat Fi Rod Ala Man Taawwal Sifat,m/s 19, karangan Ibnu Baz, terbitan Riasah Ammah lilifta’Riyadh. Arab saudi 3/ Persoalan MAHA SUCI ALLAH DARI TEMPAT Pendapat Aswaja Allah Ta’ala wujud tanpa tempat, karena Dia yang menjadikan tempat yang mempunyai batasan batasan,kadar tertentu dan bentuk sedangkan Allah tidak bisa disifatkan sedemikian. Dalilnya Sabda Nabi “Allah wujud pada azaladaNya tanpa permulaan,dan belum wujud sesuatu selainNya” al-Bukhari,isnad sahih Pendapat Wahabi Ibnu Baz mengatakan bahwa zat Allah Ta’ala itu di atas arasy salah satu rujukannya Lihat Majalah Haji, Nomor 49, juzuk 11 tahun 1415 hijrah,m/s 73 -74 Makkah. Arab saudi 4/ Persoalan TENTANG ABU JAHAL dan ABU LAHAB Pendapat Aswaja Abu jahal dan Abu lahab bukanlah dari kalangan orang Islam sebagaimana di jelaskan dalam Alquranul kariim dan tidak bisa terbantahkan kekuatan firman Allah. Dalilnya Firman Allah Ta’ala mengenai Abu lahabMaksudnya kelak dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala.Almasad ayat 3 Pendapat Wahabi Wahabi mengatakan bahwa Abu jahal lebih mulia dan mengamalkan serta peng-ESA-an tauhid mereka kepada Allah daripada orang Islam umumnya yang mengucap dua kalimah syahadah. yang dimaksudkan dengan orang Islam di sini ialah mereka yang bertawassul dengan wali-wali dan para solihin dimana pengertian tawasul menurut wahabi seperti menyembah berhala,Batu,org mati atau sejenisnya Rujukan mereka Lihat Kitab mereka Kaifa Nafham Attauhid,Karangan Mohd Basmir,m/s 16 Riyadh. Arab saudi 5/ Persoalan TENTANG ULAMA Asya’irah dan Maturidiah Pendapat Aswaja Pengikut Asya’irah dan Maturidiah adalah golongan Ahlus Sunnah wal jama’ah Rujukannya Al hafiz Murtadha jika disebut Ahlus sunnah wal- jamaah yang dimaksudkannya ialah Asyairah dan Maturidiah kitab Ithaf sadatil Muttaqin Pendapat Wahabi Sholeh bin Fauzan wahabi berkata“pengikut Asya’irah dan Maturidi tidak layak digelar sebagai Ahlussunnah wal jamaah Rujukannya Kitabnya Min Masyahir Almujaddidin Fil Islam,m/s 32, terbitanRiasah Ammah lilifta’Riyadh. Arab saudi 6/ persoalan NABI ADAM Pendapat Aswaja Ijma’ ulama mengatakan bahawa Adam adalah nabi Dalilnya ”dari Abi umamah, seorang lelaki bertanya nabi “wahai rasulullah adakah Adam itu seorang nabi”? Beliau menjawap “ya, diturunkan wahyu kepadanya” Ibnu Hibban. Pendapat Wahabi Wahabi mengatakan bahwa Adam bukanlah nabi ataupun rasul Rujukannya kitab mereka Al-iman Bil Anbiya’ Jumlatan,Karangan Abdullah bin Zaid,cetakan Maktabah Islami, Beirut. 7/ Persoalan PENGIKUT Imam Asy’ari Pendapat Aswaja Pengikut-pengikut Imam Asy’ari adalah golongan umat Islam dalilnya Ahlus Sunnah wal Jama’’ah di kalangan umat Islam di seluruh dunia adalah golongan asy’ari dan maturidi dan tidak dkatakan Islam jika mereka tidak mengucapkan dua kalimah shahadat sebagi tanda perkara kadar keIman mereka hanya Allah yang memutuskan. Pendapat Wahabi Wahabi berdusta dengan mengatakan bahawa kebanyakan Ahlus Sunnah mengkafirkan pengikut asya’irah. Rujukannya Kitab mereka Fathul Majid,Karangan Abdul Rahman m/s 353 Terbitan maktabah Darul Salam, Riyadh. Arab saudi 8/ Persoalan BERSHOLAWAT KPD NABI Pendapat Aswaja Boleh melafazkan selawat atas hal lain yang perlu diketahui, tidak sempurna Sholat seorang hamba Allah tanpa sholawat dan salam ketika duduk tahyat awal/akhir dan ketika mengakhiri sholat. Dalilnya Lafaz selawat ini tidak terbantahkan dengan penjelasan Al-quran dan hadist Pendapat wahabi Ibnu Baz berkata “lafaz selawat itu adalah syirik” Rujukan mereka lihat Kitab mereka Kaifa Ihtadaitu Ila Tauhid,Karangan Mohd Jamil Zainu, m/s 83 dan 89,TerbitanDarul Fatah 9/ Persoalan API NERAKA & ORANG KAFIR. Pendapat Aswaja Api neraka tidak akan fana’ binasa, dan azab siksaan terhadap orang-orang kafir akan berkekalan selama lamanya Dalilnya Firman Allah “Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala,mereka kekal di dalamnya selamalamanya,mereka tidak memperolehi perlindungan maupun penolong”.al Ahzab ayat 65 Pendapat Wahabi Wahabi mengatakan bahwa api neraka itu akan binasa dan orang-orang kafir itu tidak diazab selama-lamanya. Rujukannya Kitab mereka Qaulul Mukhtar Li Fanainnar,Karangan Abdul karim alhamid,m/s 8, Arab saudi 10/ Persoalan ALLA TA’ALA TDK SAMA DG SESUATU YG BARU Pendapat Aswaja Allah Ta’ala tidak menyerupai manusia kerana Dia pencipta mereka, dan pencipta itu tidak menyamai apa yang diciptakan makhluk, Dia bukanlah zat yang bergambar, berbentuk dan tidak mempunyai kadar yang tertentu. Dalilnya Firman Allah _ ليس كمثله شى Maksudnya “Dia Allahtidak menyerupai sesuatu pun dari makhlukNya baik dari satu segi mahupun dari semua segi, dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupaiNya”.Asyura ayat11 Pendapat Wahabi Wahabi mendakwa bahwa Allah mencipta manusia sama dengan rupa bentukNya. Rujukannya lihat asli Kitab mereka Aqidah Ahlul Iman Fi Khalq Adam Ala Suratir Rahman,Karangan Mahmud Al Tuwaijiri,m/s 76Arab saudi kitab ini dipuji oleh Ibnu baz 11/ Persoalan Lafaz LAILA HA ILLALLAH Pendapat Aswaja Berzikir dengan lafaz ini sebanyak byknya adalah diharuskan karna tercantum dalam printahNya. Dalilnya “Wahai orangorang yang beriman berzikirlah dengan menyebut nama Allah, zikir yang sebanyak banyaknya”. al Ahzab ayat 41 Pendapat Wahabi berkata“ini adalah bid’ah dari golongan yang jahil yang keluar daripada landasan syariat kepada zikir yang mensyirikan Allah” Dalilnya Kitab mereka Halaqat Mamnu’ah,Karangan Husam Aqod, m/s 25,terbitan Darul Sahabah, Tonto. 12/ Persoalan THORIQOH SUFI Pendapat Aswaja Tarikat-tarikat sufi adalah benar kecuali yang menyeleweng dari Al quran dan Sunnah Dalilnya Nabi bersabda “Barangsiapa yang mengadakan dalam Islam perkara yang baik baginya pahala dan pahala bagi mereka yang beramal dengannya” Muslim isnad sahih Pendapat Wahabi Wahabi berkata “perangilah golongan sufi sebelum kamu memerangi yahudi,sesungguhnya sufi itu adalah roh yahudi. Rujukannya Kitab merekaMajmu’ul Mufid Min’ Aqidatit Tauhid, m/s102, Maktabah Darul Fikr, RiyadhArab saudi 13/ Persoalan MAKNA ISTIWA’ Pendapat Aswaja Allah Ta’ala tidak disifatkan duduk di atas arasy dalilnya Setiap yang bersifat duduk di atas sesuatu itu sama sipat makhlukNya baik lebih besar atau kecil dari, semua itu adalah sifat-sifat jisim yang mempunyai kadar yang tertentu, sedangkan Allah Ta’ala maha suci dari perkara-Perkara tersebut. Dan tiadk mungkin sama dgn MakhlukNya . Allah berfirman “Dia Allah tidak menyerupai sesuatu pun dari makhlukNya baik dari satu segi maupun dari semua segi, dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupaiNya”.Asyura ayat11 Imam al-Syafiiyy rahimahullah yang wafat pada 204 Hijriyyah pernah berkata “Dalil bahawa Allah wujud tanpa tempat adalah Allah Ta’ala telah wujud dan tempat pula belum wujud, kemudian Allah mencipta tempat dan Allah tetap pada sifat-Nya yang azali sebelum terciptanya tempat, maka tidak harus berlaku perubahan pada zat-Nya dan begitu juga tiada pertukaran pada sifat-Nya.”Kenyataan Imam al-Syafiiyy ini dinyatakan oleh Imam al-Hafiz Murtadha al-Zubaydiyy di dalam kitab beliau berjudul Ithaf al-Sadah al-Muttaqin نيقتملا ةداسلا فاحتإ , juzuk kedua, mukasurat 36, cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah. Pendapat Wahabi Wahabi beriktikad bahwa Allah Ta’ala duduk di atas arasy. Rujukan mereka Kitab merekaNazarot Wa Ta’aqubat Ala Ma Fi kitab Assalafiah,Karangan Soleh Fauzan, m/s 40 Darul Watan Riyadh. 14/ Persoalan AL KURSI Pendapat Aswaja Al Kursi adalah jisim yang besar berada di atas arasy, dicipta oleh Allah tanpa berhajat kepadanya dalilnya “Dan kursi milik Allah itu seluas langit dan bumi” Pendapat Wahabi Kata Usaimin wahabi “Al Kursi itu adalah tempat letak kedua kaki Allah”. dalilnya Kitabnya Tafsir Ayat, Kursi,m/s 19, Maktabah Ibnu Jauzi. Arab saudi 15/ Persoalan TENTANG ALAM Pendapat Aswaja Alam itu jenisnya dan afradnya benda-benda yang terdiri daripadanyasemua itu adalah ciptaan Allah dalilnya Firman Allah_ لله خالق كل شى _ Maknannya “ Allah pencipta segala sesuatu”.Azzumar ayat 62 Pendapat Wahabi sama dengan tanggapan ahli falsafah yang mengatakan bahawa jenis alam itu adalah azali tidak ada permulaan. Anggapan mereka ini memberi arti bahwa sebelum kewujudan makhluk ini ada makhluk dan sebelumnya ada makhluk yang lain dan begitulah seterusnya tanpa permulaan. dalilnya Kitab Syarah Attohawiah,Karangan Ibnu Abil Iz,m/s132, Maktabah Islami,Beirut kitab ini dipuji oleh Ibnu Baz 16/ Persoalan BERTAWASUL DG KEMULIAAN NABI Pendapat Aswaja Orang Islam dibolehkan berdoa dengan doa ini “Ya Allah dengankemulianا nabi Muhammad sembuhkanlah penyakitku” dalilnya Hadis doa keluar masjid “Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dengan berkat kebenaran orang-orang yang meminta kepada Mu” Ibnu Majah pendapat wahabi Soleh bin Fauzan dan selainnya dari golongan wahabi mengatakan bahawa tidak boleh betawasul dengan kemulian nabi. Dalilnya Kitabnya Attauhid,m/s 70,Riyadh. Arab saudi 17/ Persoalan PERNIKAHAN Pendapat Aswaja Perempuan muslimah boleh Menikah dengan lelaki muslim walaupun lalai dalam Sholat. Dalilnya Tidak menjadi kafir mereka yang meninggalkan sembahyang berjemaah selagi mereka tidakmengatakan sembahyang itu tidak wajib, dan mereka boleh tetap menikah dengan sesama mereka sesama muslim. Pendapat Wahabi Ibnu Baz berkata”tidak boleh menikah dgn mereka yang meninggalkan sembahyang berjema’ah” dalilnya Kitab Fatawal Mar’ah,m/s 103,Darul Watan, Riyadh. Arab saudi 18/ Persoalan MELAFAZKAN BISMILAH’ KETIKA MAKAN Pendapat Aswja tidak ada larangan mengucapkan bismillah ketika mulai makan atau memulai suatu pekerjaan. dalilnya tidak ada satupun hadist yang menghramkan hal demikian Pendapat Wahabi membaca dengan sempurna bismillahi rokhmanirokhim.. adalah salah dan adalh bida’h yang dicela dan harus dicegah. Dalilnya Kitab merekaAkhto Syaiah,Karangan Mohd Zaino,m/s 68 Arab saudi 19/ Persoalan Mentakwil ayatayat mutasyabihah nnas-nas Al quran yang tidak diketahui maknanya atau mengandungi lebih dari satu makna tetapi perlu dilihat makna yang sesuai dengan ayat tersebut Pendapat Aswja Boleh mentakwilkan ayat-ayat Al quran dan hadis-hadis Nabi yang berbentuk mutasyabihat selagi takwil tersebut tidak menyimpang dengan Al Quran dan bahasa quran itu sendiri. Dalilnya Ya Allah alimkanlah dia hikmah dan takwil Al quran” Ibnu Majah.Sebahagian ulama salaf termasuk Ibnu Abbas mentakwil ayat-ayat mutasyabihah Pendapat Wahabi Wahabi menyifatkan Ahlus Sunnah sebagai golongan kafir karena mentakwil ayat-ayat mutasyabihah dalilnya KitabQawaidul Mithly,Karangan Usaimin,m/s 45, Riyadh Arab saudi 20/ Persoalan GERAK ALLAH pendapat Aswaja Allah Ta’ala tidak disifatkan dengan bergerak atau berpindah dari satu tempat ke tempat yang tidak boleh menduga duga hal demikian. dalilnya telah bersepakat para ulama non wahabi bahwa pergerakan itu adalah dari sifat makhlukNya. Pendapat wahabi Wahabi mengatakan bahawa Allah bergerak. bergerak dari sudut atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Dalilnya Kitab mereka Fatawa Aqidah,Karangan Usaimin,m/s 742. Arab saudi 21/ Persoalan MENZIARAHI MAKAM NABI & MUSLIM LAIN BAGI WANITA Pendapat Aswaja tidak ada larangan bagi wanita menziarahi kubur nabi dan kubur orang –orang Islam Dalilnya Saidatuna Aisyah bertanya kepada Rasulullah “Apakah yang perlu dia Aisyahkatakan ketika menziarahi kubur”, maka Rasulullah menjawab “katakanlah مسلمين __ لمؤمنين _ م _ لديا _ هل .. على .. لسلا Muslim Pendapat wahabi Usaimin wahabi berkata“perbuatan menziarahi kubur bagi perempuan itu adalah haram,dosa besar dan kafir walaupun menziarahi kubur nabi” Dalilnya Lihat kitabFatwa Muhimmah,m/s 149-150, cetakan Riyadh. Arab saudi 22/ Persoalan Allah Ta’ala tidak diliputi oleh enam arah penjuru atas,bawah,kiri kanan,depan dan belakang Pendapat Aswaja Allah Ta’ala ada tanpa diliputi oleh arah penjuru, adaNya tanpa bertempat tidak di arasy dan tidak dilangit Dalilnya Rasulullah bersabda “Engkau al zohir setiap sesuatu menunjukan akan wujudNya, tidak ada sesuatu di atasMu, dan engkau Al Batin yang tidak dapat dibayangkan,tidak ada sesuatu dibawahMu”. jikalau tidak ada sesuatu di atasNya dan di bawahNya berarti Allah tidak berada di tempat. Imam yang terkenal dengan karangan kitab aqidah beliau berjudul Aqidah al-Tahawiyyah ةيواحطلا ةديقع bernama Imam al-Hafiz Abu Jafar al-Tahawiyy wafat pada 321 Hijriyyah merupakan ulama Salaf telah menyatakan dalam kitab beliau tersebut pada halaman 15, cetakan Dar al-Yaqin yang bermaksud “Allah tidak berada tidak diliputi pada enam penjuru atas, bawah, kanan, kiri, depan, belakang seperti sekalian makhluk.”. Pendapat Wahabi Wahabi mengatakan bahwa zat Allah berada di atas arasy Dalilnya Kitab merekaFatawa Aqidah,Karangan Usaimin,m/s Arab saudi 23/ Persoalan JENGGOT LAKI-LAKI Pendapat Aswaja Memendekkan janggut yang panjang agar kelihatan rapi adalah dibolehkan. dalilnya Ibnu Omar sahabat Nabi pernah suatu ketika dia menggenggamkan janggutnya dan memotong janggut yang melebihi genggamannya Abu Daud Pendapat Wahabi Wahabi mengatakan bahwa haram memotong janggut walaupun sedikit pada semua keadaan,sebagaimana yang dikatakan oleh salah satu pemimpin mereka mereka Ibnu Baz. dalilnya lihat KitabnyaTahqiq Wal Idhoh Likasir Min Masail Alhaj Wal Umrah wazziarah,m/s 16. Arab saudi 24/ Persoalan MELETAKAN PELEPAH DIATAS MAKAM Pendapat Aswaja Meletakan pelepah tamar atas kubur orang Islam adalah dibolehkan Dalilnya Dalam riwayat Bukhari terdapat hadis yang menceritakan bahawa pernah satu ketika nabi lalu di tepi dua kubur, kemudian mengambil pelepah tamar lalu mematahkannya dan meletakkan setiap pelepah ke atas dua kubur itu lalu bersabdaله يخفف عنهما – لع “mudah-mudahan diringankan azab mereka” Bukhari isnad sahihwahabi menghukum kafir Bukhari maka hadis ini di anggap Dlaif oleh Muhammad bin Abdul wahab pendiri wahabi Pendapat wahabi Ibnu Baz berkata”meletakan pelepah tamar di atas kubur bukanlah suatu perkara yang disyariatkan” dalilnya Lihat ktab aslinya “ Ta’liq Ibnu Baz dalam kitab Fathul Bari,Darul Ma’rifah, Beirut 25/ persoalan MAZHAB Pendapat Aswaja 4 madzab adalah generasi penerus akidah Ulama Salaf sebagaimana penjelasn sunnah Rasullullah yang menjadi pembimbing umat islam kearah yang benar menurut sunnah bukan syirik dalil ijma kebanyakan ulama sepakat Pendapat wahabi “Mengikut mana-mana mazhab adalah syirik.” Dalilnya kitabnya al-Din al-Khalis صلاخلا نيدلا , juzuk 1, halaman 140 dan 160, cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah. 26/ Persoalan SITI HAWA ISTRI NABI ADAM Pendapat Aswaja Istri nabi Adam adanlah ibu seluruh bani adam dan bukan pelaku syirik Dalilnya Sunnah rasulullah dan Alquran Sudah jelas. Pendapat Wahabi “Sesungguhnya syirik itu berlaku kepada Hawwa.”. Rujukannya kitabnya al-Din al-Khalis صلاخلا نيدلا , juzuk 1, .140 dan 160, cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah apakah umat muslim terhukum kafir Pendapat Aswaja Tidak semua bisa dihukum kafir musyrik karna lalai dalam ibadah atau karna kesalahan yang tidak disengaja sesungguhnya manusia itu tidak luput dari sipat lalai dan dia keluar dari islam atau mendustakan Allah. Pendapat Wahabi Muhammad bin Abd al-Wahhab berkata Aku membawa kepada kamu semua agama yang baru dan manusia selain pengikutku adalah kafir musyrik.” dalilnya kitabnya al-Durar al-Saniyyah Fi al-Radd Ala al-Wahhabiyyah ةيباهولا ىلع درلا يف ةينسلا رردلا , surat 42“ ===================================== Demikian sebagian contoh yang dapat penulis kemukakan. ada byk sekali perbedaan antara keduanya..terutama memahami perkara Bid`ah walaupun keduanya sama sama sepakat mengakui adanya Bid`ah dan pada uraian ini hanya sekedar bahan renungan kita atas hujah hujah para Ulama Ahlsuunnah wal jama`ah dan pada Akhirnya..silahkan anda analisa sendiri apa yang anda anggap benar dan menyimpang dan dari uraian diatas sbenarnya cukup dalam hujah satu sisi..dgn hadist dan qur`an, disisi lain dgn kitab Ulama pemimpin mereka yang bisa anda lihat sendiri kitab anda berada di Arab silahkan kunjungi Perpustakaan kerajaan saudi dan buku buku agama golongan wahabi di pusat perbelanjaan di jeddah dan syukur jika terdapat di indonesia. Salam Ukhuwah
Perbedaanlatar belakang tentu berakibat pada perbedaan tingkat kepahaman dan penafsiran. Meskipun sumbernya sama persis. Dan kita, aswaja, tidak bisa menghakimi siapakah yang benar, karena kita tidak ikut dalam perjalanan ziarah sebagaimana pemisalan di atas. Apa yang menjadi dasar keyakinan aswaja yaitu “Kullu shohabiy udulun.”
PENGERTIAN AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AHOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasC. Definisi Salaf السَّلَفُ Menurut bahasa etimologi, Salaf اَلسَّلَفُ artinya yang terdahulu nenek moyang, yang lebih tua dan lebih utama.[1] Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan سَلَفُ الرَّجُلِ salaf seseorang, maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya.[2]Menurut istilah terminologi, kata Salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari ummat Islam ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun generasi/masa pertama yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ.“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini yaitu masa para Sahabat, kemudian yang sesudahnya masa Tabi’in, kemudian yang sesudahnya masa Tabi’ut Tabi’in.”[3]Menurut al-Qalsyani “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan menjaga Sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu alaihi wa sallamdan menegak-kan agama-Nya…”[4]Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-Aqiidatul Islamiyyah bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah “Penetapan istilah Salaf tidak cukup dengan hanya dibatasi waktu saja, bahkan harus sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih tentang aqidah, manhaj, akhlaq dan suluk-pent.. Barangsiapa yang pendapatnya sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah mengenai aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya, barangsiapa pendapatnya menyalahi Al-Qur-an dan As-Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Ta-bi’in dan Tabi’ut Tabi’in.[5]Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara bid’ah, akan tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri kepada generasi pertama dari ummat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’ Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka mengikuti manhaj Salafush Shalih dari Sahabat dan Tabi’ut Tabi’in. Kemudian setiap orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka -di sepanjang masa-, mereka ini disebut Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf bukan kelompok atau golongan seperti yang difahami oleh sebagian orang, tetapi merupakan manhaj sistem hidup dalam ber-aqidah, beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya yang wajib diikuti oleh setiap Muslim. Jadi, pengertian Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.[6]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah wafat th. 728 H[7] berkata “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan menisbatkan dirinya kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang demikian itu karena manhaj Salaf tidak lain kecuali kebenaran.” [8]D. Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya mereka berpegang dan berittiba’ mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu menurut bahasa etimologi adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk.[9]Sedangkan menurut ulama aqidah terminologi, As-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad keyakinan, perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menyalahinya akan dicela.[10]Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah wafat 795 H “As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para khalifahnya yang terpimpin dan lurus berupa i’tiqad keyakinan, perkataan dan perbuatan. Itulah As-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak menamakan As-Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashri wafat th. 110 H, Imam al-Auza’i wafat th. 157 H dan Imam Fudhail bin Iyadh wafat th. 187 H.”[11]Disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah-belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam yang berpegang kepada al-haqq kebenaran, tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah.[12]Jama’ah menurut ulama aqidah terminologi adalah generasi pertama dari ummat ini, yaitu kalangan Sahabat, Tabi’ut Tabi’in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari Kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran. [13]Imam Abu Syammah asy-Syafi’i rahimahullah wafat th. 665 H berkata “Perintah untuk berpegang kepada jama’ah, maksudnya adalah berpegang kepada kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang menyalahinya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama’ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang melakukan kebathilan sesudah mereka.”Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu[14]اَلْجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ.“Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian.”[15]Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan menjauhi perkara-perkara yang baru dan bid’ah dalam mereka adalah orang-orang yang ittiba’ mengikuti kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan mengikuti Atsar jejak Salaful Ummah, maka mereka juga disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar dan Ahlul Ittiba’. Di samping itu, mereka juga dikatakan sebagai ath-Thaa-ifatul Manshuurah golongan yang mendapatkan per-tolongan Allah, al-Firqatun Naajiyah golongan yang selamat, Ghurabaa’ orang asing.Tentang ath-Thaa-ifatul Manshuurah, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ber-sabdaلاَتَزَالُ مِنْ أُمَّتِيْ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ.“Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang selalu menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolong mereka dan orang yang menyelisihi mereka sampai datang perintah Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu.”[16]Tentang al-Ghurabaa’, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaبَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْباً، وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْباً، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ.“Islam awalnya asing, dan kelak akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah bagi al-Ghurabaa’ orang-orang asing.” [17]Sedangkan makna al-Ghurabaa’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin al-Ash Radhiyallahu anhu ketika suatu hari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menerangkan tentang makna dari al-Ghurabaa’, beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaأُنَاسٌ صَالِحُوْنَ فِيْ أُنَاسِ سُوْءٍ كَثِيْرٍ مَنْ يَعْصِيْهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيْعُهُمْ.“Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka.”[18]Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda mengenai makna al-Ghurabaa’اَلَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ عِنْدَ فَسَادِ النَّاسِ.“Yaitu, orang-orang yang senantiasa memperbaiki ummat di tengah-tengah rusaknya manusia.”[19]Dalam riwayat yang lain disebutkan…الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي.“Yaitu orang-orang yang memperbaiki Sunnahku Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sesudah dirusak oleh manusia.”[20]Ahlus Sunnah, ath-Tha-ifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah semuanya disebut juga Ahlul Hadits. Penyebutan Ahlus Sunnah, ath-Thaifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah dengan Ahlul Hadits suatu hal yang masyhur dan dikenal sejak generasi Salaf, karena penyebutan itu merupakan tuntutan nash dan sesuai dengan kondisi dan realitas yang ada. Hal ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari para Imam seperti Abdullah Ibnul Mubarak Ali Ibnul Madini, Ahmad bin Hanbal, al-Bukhari, Ahmad bin Sinan dan yang lainnya, رحمهم الله[21].Imam asy-Syafi’i [22] wafat th. 204 H rahimahullah berkata “Apabila aku melihat seorang ahli hadits, seolah-olah aku melihat seorang dari Sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, mudah-mudahan Allah memberikan ganjaran yang terbaik kepada mereka. Mereka telah menjaga pokok-pokok agama untuk kita dan wajib atas kita berterima kasih atas usaha mereka.” [23]Imam Ibnu Hazm azh-Zhahiri wafat th. 456 H rahimahullah menjelaskan mengenai Ahlus Sunnah “Ahlus Sunnah yang kami sebutkan itu adalah ahlul haqq, sedangkan selain mereka adalah Ahlul Bid’ah. Karena sesungguhnya Ahlus Sunnah itu adalah para Sahabat Radhiyallahu anhum dan setiap orang yang mengikuti manhaj mereka dari para Tabi’in yang terpilih, kemudian ashhaabul hadits dan yang mengikuti mereka dari ahli fiqih dari setiap generasi sampai pada masa kita ini serta orang-orang awam yang mengikuti mereka baik di timur maupun di barat.”[24]E. Sejarah Munculnya Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah Penamaan istilah Ahlus Sunnah ini sudah ada sejak generasi pertama Islam pada kurun yang dimuliakan Allah, yaitu generasi Sahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in. Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhuma [25] berkata ketika menafsirkan firman Allah Azza wa Jallaيَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ“Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya kepada mereka dikatakan Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu.’” [Ali Imran 106]“Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang yang hitam wajahnya mereka adalah Ahlul Bid’ah dan sesat.”[26] Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ulama Salaf رحمهم الله, di antaranya1. Ayyub as-Sikhtiyani rahimahullah wafat th. 131 H, ia berkata “Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”2. Sufyan ats-Tsaury rahimahullah wafat th. 161 H berkata “Aku wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, karena mereka adalah al-ghurabaa’. Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”[27]3. Fudhail bin Iyadh rahimahullah [28] wafat th. 187 H berkata “…Berkata Ahlus Sunnah Iman itu keyakinan, perkataan dan perbuatan.”4. Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam rahimahullah hidup th. 157-224 H berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Iimaan[29] “…Maka sesungguhnya apabila engkau bertanya kepadaku tentang iman, perselisihan umat tentang kesempurnaan iman, bertambah dan berkurangnya iman dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan sekali untuk mengetahui tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang demikian…”5. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah [30] hidup th. 164-241 H, beliau berkata dalam muqaddimah kitabnya, As-Sunnah “Inilah madzhab ahlul ilmi, ash-haabul atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal sebagai pengikut Sunnah Rasul Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, dari semenjak zaman para Sahabat Radhiyallahu anhumg hingga pada masa sekarang ini…”6. Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah wafat th. 310 H berkata “…Adapun yang benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum Mukminin akan melihat Allah pada hari Kiamat, maka itu merupakan agama yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa penghuni Surga akan melihat Allah sesuai dengan berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.”[31]7. Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawi rahimahullah hidup th. 239-321 H. Beliau berkata dalam muqaddimah kitab aqidahnya yang masyhur al-Aqiidatuth Thahaawiyyah “…Ini adalah penjelasan tentang aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafazh Ahlus Sunnah sudah dikenal di kalangan Salaf generasi awal ummat ini dan para ulama sesudahnya. Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang mutlak sebagai lawan kata Ahlul Bid’ah. Para ulama Ahlus Sunnah menulis penjelasan tentang aqidah Ahlus Sunnah agar ummat faham tentang aqidah yang benar dan untuk membedakan antara mereka dengan Ahlul Bid’ah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Barbahari, Imam ath-Thahawi serta yang ini juga sebagai bantahan kepada orang yang berpendapat bahwa istilah Ahlus Sunnah pertama kali dipakai oleh golongan Asy’ariyyah, padahal Asy’ariyyah timbul pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah.[32]Pada hakikatnya, Asy’ariyyah tidak dapat dinisbatkan kepada Ahlus Sunnah, karena beberapa perbedaan prinsip yang mendasar, di antaranya1. Golongan Asy’ariyyah menta’wil sifat-sifat Allah Ta’ala, sedangkan Ahlus Sunnah menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti sifat istiwa’ , wajah, tangan, Al-Qur-an Kalamullah, dan Golongan Asy’ariyyah menyibukkan diri mereka dengan ilmu kalam, sedangkan ulama Ahlus Sunnah justru mencela ilmu kalam, sebagaimana penjelasan Imam asy-Syafi’i rahimahullah ketika mencela ilmu Golongan Asy’ariyyah menolak kabar-kabar yang shahih tentang sifat-sifat Allah, mereka menolaknya dengan akal dan qiyas analogi mereka.[33][Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M] _______ Footnote [1]. Lisaanul Arab VI/331 karya Ibnu Manzhur wafat th. 711 H rahimahullah. [2]. Lihat al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat I/11 karya Syaikh Muhammad bin Abdurrahman al-Maghrawi, Muassasah ar-Risalah, th. 1420 H. [3]. Muttafaq alaih. HR. Al-Bukhari no. 2652 dan Muslim no. 2533 212, dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu. [4]. Al-Mufassiruun bainat Ta’wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat I/11. [5]. Al-Mufassiruun bainat Ta’-wiil wal Itsbaat fii Aayatish Shifaat I/13-14 dan al-Wajiiz fii Aqiidah Salafush Shaalih hal. 34. [6]. Mauqif Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah min Ahlil Ahwaa’ wal Bida’ I/63-64 karya Syaikh Dr. Ibrahim bin Amir ar-Ruhaili, Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajis Salaf hal. 21 karya Syaikh Salim bin Ied al-Hilali dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil Aqiidah. [7]. Beliau adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Abdillah bin Khidhir bin Muhammad bin Ali bin Abdillah bin Taimiyyah al-Harrani. Beliau lahir pada hari Senin, 14 Rabi’ul Awwal th. 661 H di Harran daerah dekat Syiria. Beliau seorang ulama yang dalam ilmunya, luas pandangannya. Pembela Islam sejati dan mendapat julukan Syaikhul Islam karena hampir menguasai semua disiplin ilmu. Beliau termasuk Mujaddid abad ke-7 H dan hafal Al-Qur-an sejak masih kecil. Beliau t mempunyai murid-murid yang alim dan masyhur, antara lain Syamsuddin bin Abdul Hadi wafat th. 744 H, Syamsuddin adz-Dzahabi wafat th. 748 H, Syamsuddin Ibnu Qayyim al-Jauziyyah wafat th. 751 H, Syamsuddin Ibnu Muflih wafat th. 763 H serta Imaduddin Ibnu Katsir wafat th. 774 H, penulis kitab tafsir yang terkenal, Tafsiir Ibnu Katsiir. Aqidah Syaikhul Islam adalah aqidah Salaf, beliau rahimahullah seorang Mujaddid yang berjuang untuk menegakkan kebenaran, berjuang untuk menegakkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman para Sahabat Radhiyallahu anhum tetapi ahlul bid’ah dengki kepada beliau, sehingga banyak yang menuduh dan memfitnah. Beliau menjelaskan yang haq tetapi ahli bid’ah tidak senang dengan dakwahnya sehingga beliau diadukan kepada penguasa pada waktu itu, akhirnya beliau beberapa kali dipenjara sampai wafat pun di penjara tahun 728 H. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya, mencurahkan rahmat yang sangat luas dan memasukkan beliau rahimahullah dalam Surga-Nya. Al-Bidayah wan Nihayah XIII/255, XIV/38, 141-145. [8]. Majmu’ Fataawaa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah IV/149. [9]. Lisaanul Arab VI/399. [10]. Buhuuts fii Aqidah Ahlis Sunnah hal. 16. [11]. Jaami’ul Uluum wal Hikam hal. 495 oleh Ibnu Rajab, tahqiq dan ta’liq Thariq bin Awadhullah bin Muhammad, cet. II-Daar Ibnul Jauzy-th. 1420 H. [12]. Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil Aqiidah. [13]. Syarhul Aqiidah al-Waasithiyyah hal. 61 oleh Khalil Hirras. [14]. Beliau adalah seorang Sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, nama lengkapnya Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib al-Hadzali, Abu Abdirrahman, pimpinan Bani Zahrah. Beliau masuk Islam pada awal-awal Islam di Makkah, yaitu ketika Sa’id bin Zaid dan isterinya -Fathimah bintu al-Khaththab- masuk Islam. Beliau melakukan dua kali hijrah, mengalami shalat di dua Kiblat, ikut serta dalam perang Badar dan perang lainnya. Beliau termasuk orang yang paling alim tentang Al-Qur-an dan tafsirnya sebagaimana telah diakui oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau dikirim oleh Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu ke Kufah untuk mengajar kaum Muslimin dan diutus oleh Utsman Radhiyallahu anhu ke Madinah. Beliau Radhiyallahu anhu wafat tahun 32 H. Lihat al-Ishaabah II/368 no. 4954. [15]. Al-Baa’its alaa Inkaaril Bida’ wal Hawaadits hal. 91-92, tahqiq oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman dan Syarah Ushuulil I’tiqaad karya al-Lalika-i no. 160. [16]. HR. Al-Bukhari no. 3641 dan Muslim no. 1037 174, dari Mu’awiyah Radhiyallahu anhu. [17]. HR. Muslim no. 145 dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. [18]. HR. Ahmad II/177, 222, Ibnu Wadhdhah no. 168. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad VI/207 no. 6650. Lihat juga Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajas Salaf hal. 125. [19]. HR. Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarah Musykilil Aatsaar II/170 no. 689, al-Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah no. 173 dari Sahabat Jabir bin Abdillah a. Hadits ini shahih li ghairihi karena ada beberapa syawahidnya. Lihat Syarah Musykilil Aatsaar II/170-171 dan Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah no. 1273. [20]. HR. At-Tirmidzi no. 2630, beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Dari Sahabat Amr bin Auf Radhiyallahu anhu [21]. Sunan at-Tirmidzi Kitaabul Fitan no. 2229. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullah I/539 no. 270 dan Ahlul Hadiits Humuth Thaa-ifah al-Manshuurah karya Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali. [22]. Lihat kembali biografi beliau t pada catatan kaki no. 14. [23]. Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ X/60. [24]. Al-Fishal fil Milal wal Ahwaa’ wan Nihal II/271, Daarul Jiil, Beirut. [25]. Beliau adalah seorang Sahabat yang mulia dan termasuk orang pilihan. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib al-Hasyimi al-Qurasyi, anak paman Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, penafsir Al-Qur-an dan pemuka kaum Muslimin di bidang tafsir. Dia diberi gelar ulama dan lautan ilmu, karena luas keilmuannya dalam bidang tafsir, bahasa dan syair Arab. Beliau dipanggil oleh para Khulafaur Rasyidin untuk dimintai nasehat dan pertimbangan dalam berbagai perkara. Beliau Radhiyallahu anhuma pernah menjadi gubernur pada zaman Utsman a tahun 35 H, ikut memerangi kaum Khawarij bersama Ali, cerdas dan kuat hujjahnya. Menjadi Amir di Bashrah, kemudian tinggal di Thaif hingga meninggal dunia tahun 68 H. Beliau lahir tiga tahun sebelum hijrah. Lihat al-Ishaabah II/330, no. 4781. [26]. Lihat Tafsiir Ibni Katsiir I/419, cet. Darus Salam, Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah I/79 no. 74. [27]. Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah I/71 no. 49 dan 50. [28]. Beliau adalah Fudhail bin Iyadh bin Mas’ud at-Tamimi rahimahullah, seorang yang terkenal zuhud, berasal dari Khurasan dan bermukim di Makkah, tsiqah, wara’, alim, diambil riwayatnya oleh al-Bukhari dan Muslim. Lihat Taqriibut Tahdziib II/15, no. 5448, Tahdziibut Tahdziib VII/264, no. 540 dan Siyar A’laamin Nu-balaa’ VIII/421. [29]. Tahqiq dan takhrij Syaikh al-Albani rahimahullah. [30]. Beliau rahimahullah adalah seorang Imam yang luar biasa dalam kecerdasan, kemuliaan, keimaman, kewara’an, kezuhudan, hafalan, alim dan faqih. Nama lengkapnya Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asad asy-Syaibani, lahir pada tahun 164 H. Seorang Muhaddits utama Ahlus Sunnah. Pada masa al-Ma’mun beliau dipaksa mengatakan bahwa Al-Qur-an adalah makhluk, sehinga beliau dipukul dan dipenjara, namun beliau menolak mengatakannya. Beliau tetap mengatakan Al-Qur-an adalah Kalamullah, bukan makhluk. Beliau wafat di Baghdad. Beliau menulis beberapa kitab dan yang paling terkenal adalah al-Musnad fil Hadiits Musnad Imam Ahmad. Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ XI/177 no. 78. [31]. Lihat kitab Shariihus Sunnah oleh Imam ath-Thabary rahimahullah. [32]. Lihat kitab Wasathiyyah Ahlis Sunnah bainal Firaq karya Dr. Muhammad Baa Karim Muhammad Baa Abdullah hal. 41-44. [33]. Lihat pembahasan tentang berbagai perbedaan pokok antara Ahlus Sunnah dengan Asy’ariyyah dalam kitab Manhaj Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah wa Manhajil Asyaa’irah fii Tamhiidillaahi Ta’aalaa oleh Khalid bin Abdil Lathif bin Muhammad Nur dalam 2 jilid, cet. I/ Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyyah, th. 1416 H. Home /Kitab Aqidah Syarah... /Definisi Salaf , Definisi... Apa bedanya salafi dengan Aswaja? Jika ASWAJA adalah murni pengikut sunnah Rasul atau Jalan, cara seperti Rasullah semasa hidup, Sedangkan SALAFI sebutan lain dari WAHABI, muncul ketika pemerintahan Syaikh Abdullah al-Harari dipelopori Muhammad bin Abdul Wahhab. Apakah salafi itu Ahlussunnah wal Jama ah? Jadi salafiyun adalah mereka yang meniti jalan beragamanya salaf yaitu dengan selalu mengikuti Al Qur'an dan As Sunnah, juga mereka mendakwahkan Al Qur'an dan As Sunnah dan mereka pun mengamalkan keduanya. Oleh karena itu, salafiyun adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Apa yang disebut Aswaja? Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah Aswaja adalah salah satu aliran pemahaman teologis Aqiedah Islam. Selain Aswaja ada faham-faham teologi lain seperti Khawarij, Murji'ah, Qadariyah, Jabariyah dan Syi'ah. Apa Perbedaan Wahabi dan Aswaja? Perbedaan Aswaja dan Wahabi 1. Selain Al-Qur'an dan Hadits, referensi tambahan dari Aswaja adalah Ijma' dan Qiyas sedangkan Wahabi hanya berkutat pada Al-Qur'an dan Hadits Sunnah. 2. Aswaja sangat mencintai Ahlul Bait atau keturunan nabi seperti habaib, Syarif dan Sayyid sedangkan Wahabi sangat membencinya.
Gampangnya jika ingin kenal dan paham apa itu Aswaja, datanglah ke PBNU. Datanglah pada ulama NU. Prinsip Aswaja yang saat ini gencar diekspor NU keseluruh dunia adalah prinsip Wasathiyah (moderatisme). Dengan prinsip ini, NU eksis menyebarkan vaksin perdamaian untuk memberantas virus terorisme dan radikalisme.
Sumber gambar dokumen pribadi penulis – Aswaja adalah istilah yang sangat masyhur di kalangan umat Islam Indonesia, yaitu singkatan dari Ahlu Sunnah wal Aswaja sebagai ajaran adalah suatu mazhab dalam berakidah tauhid, dan bersyariat ibadah maupun muamalah, serta berakhlak sopan santun yang merupakan pelestarian dari ajaran Rasulullah SAW, sesuai pemahaman para sahabat serta pemahaman para ulama yang dimaksud mazhab adalah jalan yang dilewati/dilalui atau tata cara untuk dijadikan pegangan atau sesuatu yang menjadi tujuan seseorang. Sesuatu itu dikatakan mazhab jika dapat menjadi ciri khas bagi mazhab Aswaja adalah pilihan seseorang untuk menjalani tata cara beragama Islam sesuai dengan ciri khas Aswaja sebagaimana yang disepakati oleh para Abdul Qadir al-Jailani dalam kitabnya Al-Ghunyah li Thalibi Thariq Al-Haqq, juz 1, hal. 80 mendefinisikan Aswaja sebagai berikut; Yang dimaksudkan dengan Sunnah adalah apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan beliau. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pengertian Jamaah adalah sesuatu yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW pada masa empat Al- Khulafa Al-Rasyidin yang telah diberi hidayah oleh Allah SAW bersabda Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian dari ahli kitab itu terpecah menjadi 72 golongan, sedangkan umatku ini akan terpecah menjadi 73 golongan, dan yang 72 golongan itu akan masuk neraka, sedangkan yang 1 golongan akan masuk surga, yaitu Aljamaah. HR. Abu Dawud dan lainnya, dan dishahihkan oleh Imam Hakim, Imam Assyathibi dan Imam Al-Iraqi.Dalam hadis riwayat Imam At Tirmidzi disebutkan, mereka para shahabat bertanya Siapa yang selamat itu wahai Rasulullah ?. Beliau Rasulullah menjawab Yaitu golongan yang mengikuti aku dan para sahabatkuDari Abdullah bin Umar RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda Sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatku kepada kebatilan kesesatan, dan kekuasaan/keberkahan dari Allah itu diberikan kepada jamaah. Barangsiapa yang terpisah dari golongan mayoritas, maka akan perpisah atau tersesat ke neraka HR. At Tirmidzi.Secara praktek di lapangan, akidah Aswaja dewasa ini mempunyai ciri khas yang dapat membedakan dengan golongan lain, yaitu di dalam bermazhab fikih ibadah dan muamalah selalu beristiqamah mengikuti salah satu empat mazhab fikih mutabar, yaitu mazhab Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii dan Imam Hambali. Yang mana ke-empat Imam ini hidup antara tahun 80 H hingga 241 ke-empat imam mujtahid mutlaq dalam berfikih inilah yang disepakati oleh para ulama dunia, sebagai ciri khas mazhab Aswaja, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafii dan demikian, jika ada pihak-pihak yang menolak untuk mengikuti salah satu dari ke-empat mazhab ini, atau berusaha menambah mazhab ke-lima, semisal kelompok yang mengklaim sebagai mazhab Ja'fari kelompok Syiah Imamiyah Jakfariyah Khomeiniyah, maka sudah dapat dipastikan jika mereka itu bukan termasuk warga batasan empat mazhab ini pula, maka Aswaja secara otomatis akan menolak kelompok-kelompok yang tidak bermazhab, sekalipun mereka menamakan diri sebagai kelompok yang berpegang teguh dengan Alquran dan Assunnah, semisal beberapa cabang dari kelompok Salafi, atau kaum liberal yang hanya mengandalkan akal pikirannya saja karena mengikuti metode kaum orientalis khusus untuk umat Islam yang berdomisili di Asia Tenggara wilayah Nusantara, maka mayoritas warga Aswaja lebih berpegangan kepada ajaran fikih menurut mazhab Syafii, baik dalam tata cara beramal ibadah kepada Allah, tata cara bermuamalah dengan sesama manusia, maupun dalam menyampaikan dakwah Islamiyah di tengah di dalam berakidah tauhid, selalu istiqamah mengikuti mazhab Asy'ariyah yang dirintis oleh Imam Abu Hasan al-Asyari 260 / 330 H dan mazhab Maturidiyah yang dirintis oleh Imam Abu Mansur al-Maturidi 238 / 333 H sebagai landasan lebih mudah diingat adalah akidah yang mengajarkan 20 sifat wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, dan 1 sifat jaiz bagi Allah. Serta mengajarkan 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi Rasul, dan 1 sifat jaiz bagi demikian, Aswaja menolak ajaran Trilogi Tauhid ala Salafi yang mengajarkan Tauhid Uluhiyah, Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma was Shifat. Termasuk ciri khas mazhab Aswaja yaitu bertumpu pada Alquran, Hadis, Ijma, dan mensitir ayat atau hadis yang akan dijadikan argumentasi, maka warga Aswaja melakukannya secara bertahap, sebagaimana yang selalu diterapkan oleh Imam Asy'ari. Yaitu mengambil makna dhahir dari nash teks Alquran dan Hadis, namun dengan sangat berhati-hati serta tidak menolak penakwilan terhadap nash tersebut, sebab memang ada nash-nash tertentu yang memiliki pengertian sama, namun tidak dapat diambil dari makna dhahirnya, tetapi harus ditakwilkan untuk mengetahui pengertian yang juga tidak menolak penggunaan akal, karena Allah menganjurkan agar umat Islam selalu melakukan kajian prinsipnya warga Aswaja tidak memberikan kebebasan sepenuhnya kepada akal seperti yang dilakukan kaum mu'tazilah, sehingga mereka tidak memenangkan dan menempatkan akal di dalam naql teks agama.Jadi Aswaja itu menjadikan akal dan naql itu saling membutuhkan dan melengkapi. Naql bagaikan matahari sedangkan akal laksana mata yang sehat, dengan akal kita akan bisa meneguhkan naql dalam membela ajaran Aswaja juga diperkenalkan Ilmu tasawuf, yaitu ilmu akhlak yang mengajarkan tata cara serta adab sopan santun beribadah kepada Allah serta tata cara dan adab sopan santun dalam bermasyarakat, hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak muliaAdapun warga Aswaja bersepakat mengikuti ilmu tasawuf berbasis syariat sebagaimana yang diajarkan oleh para ulama Sufi seperti mazhab Imam Junaid al Baghdadi, 210-298 H. Beliau sangat masyhur sebagai penggagas utama teori tasawuf berbasis syariat, beliau mengatakan Pengetahuan kami ini terikat dengan Alquran dan Assunnah sumber Ithaf al-Dhaki. Oman Fathurrahman, 256.Serta mengikuti tasawuf Imam Al-Ghazali 450-505 H, pengarang kitab Ihya Ulumuddin. Termasuk juga mengikuti ajaran Syekh Abdul Qadir al Jailani 470-561 H, pengarang kitab Alghunyah. Serta mengikuti ajaran Alhabib Abdullah bin Alwi Alhaddad 1044-1132 H pengarang kitab Nashaihud Diniyah, sekaligus mengikuti para pemuka Sufi lainnya, yang senafas dengan teori Imam Junaid al Aswaja itu adalah tasawuf berdasarkan syariat dan secara berjenjang sampai pada tingkat ma'rifat billah. Jadi syariah dan tasawuf Aswaja itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena corak tasawuf ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut1 Ajarannya menekankan aspek pembinaan akhlak yang terpuji dalam hubungan antara manusia dan Tuhan maupun dalam hubungan antar sesama manusia dan lingkungannya.2. Ajarannya diselaraskan sepenuhnya dengan ilmu syariat.3. Ajarannya tidak mengandung syathahat yang dipandang telah menyimpang dari ajaran Islam menurut para ulama syariat.4. Ajarannya berdasarkan penafsiran dan pemahaman ajaran Islam yang dekat dengan bunyi teks Alquran dan Hadis.5 Dalam ajaran tasawuf Aswaja masih terlihat jelas perbedaan antara abid dan mabud serta khaliq dan makhluk, sehingga tidak terdapat unsur-unsur syirik baik dalam akidah maupun dalam inilah yang pada akhirnya dilestarikan oleh KH. Hasyim Asy'ari dan para pendiri NU lainnya, sehingga Aswaja dengan pemahaman ini sudah menjadi trade merk bagi akidah warga NU yang tidak dapat diganggu hakikatnya ajaran tasawuf berbasis syariat inilah yang sesuai dengan ajaran para Walisongo sebagai penyebar agama Islam pertama kali di wilayah Nusantara yang wajib dilestarikan oleh segenap warga Aswaja .Saat ini sudah ada pihak-pihak yang berusaha membuat definisi Aswaja gaya baru, dengan cara membongkar-pasang definisi Aswaja yang telah dirumuskan oleh para ulama Salaf dan dilestarikan oleh KH. Hasyim Asy`ari sebagaimana tersebut di yang tidak bertanggung-jawab ini sengaja membuat semacam kritikan sekalipun dengan istilah kajian ulang terhadap definisi Aswaja, lantas mereka membuat rumusan Aswaja yang lebih inklusif, dengan tujuan agar warga Aswaja dapat mengakomodir kelompok Syiah atau liberal, bahkan kelompok Salafi dalam definisi Aswaja gaya baru itu, perlu kiranya warga Aswaja, khususnya warga Nahdliyyin untuk mewaspadai intrik-intrik dari pihak-pihak `perusak akidah` tersebut dan menolak segala bentuk `kebohongan publik` yang mereka lakukan, sekalipun dikemas dengan bahasa ilmiah menurut standar ini, banyak tuduhan negatif dari kaum yang mengaku dirinya paling bermanhaj salaf terhadap umat Islam yang mengadakan tahlilan dan kirim doa kepada ahli kubur, yang dilaksanakan pada hari ke 1, 2, 3 atau hingga hari ke 7, dan pada hari ke 40, 100, 1000, atau pelaksanaan haul tahunan. Kaum Salafi mengatakan bahwa waktu-waktu yang dipilih itu adalah hasil konversi dari adat istiadat Hindu yang diadopsi oleh para pengamalnya. Karena itulah kaum Salafi melarang kelompoknya mengikuti tradisi Hindu menyanggah tuduhan Salafi ini sangatlah mudah. Adat istiadat yang tidak bertentangan dengan ajaran syariat Islam, maka boleh saja diadopsi oleh umat Islam. Contoh, kebiasaan bercelana panjang pantalon dengan memakai baju hem dan berdasi adalah adat istiadat si penjajah Belanda sang penyebar agama Kristen di Indonesia. Mereka jika mengadakan ritual agama Kristen di dalam gereja juga menggunakan celana sebagian ulama di masa penjajahan, sempat mengharamkan penggunaan celana panjang bagi umat Islam, dengan dalil man tasyabbaha biqaumin fahuwa minhum barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka. Karena bercelana pantalon saat itu menyerupai kaum Kristen Belanda, maka dihukumi pada akhir perkembangan, budaya bercelana panjang pantalon sudah menjadi budaya masyarakat muslim Indonesia, bahkan banyak sekali yang melaksanakan salat pun dengan menggunakan celana panjang pantalon.Dasi pun kini sudah menjadi seragam para pegawai perkantoran, maupun anak-anak pelajar sekolah formal setingkat SD, SLTP dan SLTA. Dasi juga menjadi hal yang tidak pernah dipermasalahkan oleh kaum diteliti secara jujur, tidak sedikit kaum Salafi Indonesia yang menggunakan celana panjang pantalon dalam kehidupan sehari-hari, termasuk saat berfatwa di kalangan kelompoknya, bahkan anak-anak mereka juga dimasukkan sekolah formal dengan menggunakan seragam wajib Muhammad SAW sendiri mengadopsi adat istiadat kaum Yahudi dalam melaksanakan puasa sunnah `Asyura, tapi ditambahi 1 hari tanggal 9-10 atau 10-11 Muharram agar tidak sama dengan puasanya dalam sejarah disebutkan, tatkala Nabi Muhammad SAW masuk kota Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Lantas beliau Raaulullah bertanya mengapa mereka berpuasa pada tanggal 10 Yahudi menjawab Kami berpuasa karena syukur kepada Allah atas diselamatkannya Nabi Musa dari kejaran Firaun pada tanggal 10 Muharram.. ! Maka Nabi Muhammad SAW mengatakan Sesungguhnya kami lebih berhak bersyukur kepada Allah atas hal itu dari pada kalian .. !Kemudian Nabi Muhamad SAW perintah kepada umat Islam Shuumuu yauma `Aasyuura wakhaaliful yahuud, shuumu yauman qablahu au yauman bakdahu Berpuasa `Asyuura-lah kalian, tapi berbedalah dengan kaum Yahudi, berpuasa jugalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya. HR. Bukhari & koko juga dari budaya China yang mayoritas masyarakatnya beragama Kong Hu Chu dan Atheis, tapi kini menjadi trend sebagai baju muslim masjid dulunya berasal dari kubah gereja kemudian dirubah bentuknya menjadi kubah yang stupa, padahal bentuk stupa juga menjadi salah satu adat rumah ibadah Budha. Sedangkan menara masjid diadopsi dari menara kaum Majusi penyembah api, demikian dan semua adat istiadat tersebut di atas, tidak bertentangan dengan subtansi syariat, maka hukumnya boleh-boleh saja. Apalagi umat Islam mengisi hari-hari kematian keluarganya pada hari ke 1, 2, 3, 7, 40, 100, 1000, dan haul tahunan, yang sangat berbeda dengan adat kaum Hindu. Umat Islam mengisinya dengan membaca Yasin, Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, dzikir-dzikir yang diajarkan Nabi, berdoa mohon ampunan kepada Allah untuk ahli kubur, dan sudah sesuai dengan perintah Nabi Muhammad SAW. Bahkan semua isi amalan tahlilan itu subtansinya adalah pengamalan ajaran Alquran dan Hadis Nabi Muhammad dari kajian Aswaja bersama- KH. Luthfi Bashori- KH. Idrus Ramli- Buya Yahya Ma` Tawfiq Ndon
DiIndonesai sendiri ada 2 jenis santri, yaitu Santri Salaf dan Santri Modern. Eits jangan salah tangkap dulu kang/mbak dari makna Salaf dan Modern, Santri Salaf bukan berarti santri yang gagap akan hal-hal baru yang ada (Trending), jadi Santri Salaf itu santri yang belajar di pondok Salafi, sedangkan Santri Modern yang belajar di pondok Modern.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ditinjau dari arti Ahl yang berarti keluarga - keluarga pengikut dan penduduk, sedangkan as - sunnah bermakna jalan, cara atau perilaku nabi dan al jamaah berarti mengumpulkan sesuatu atau bisa diartikan sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan. Sedangkan pengertian aswaja dapat disimpulkan bahwa semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW. Dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam aqidah, Syariah dan tasawuf. Adapun pengertian aswaja secara terminology dapat didefinisikan bahwa aswaja adalah orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandasan atas dasar - dasar juga Pengertian dan Nilai-Nilai Aswaja Menurut pandangan pribadi saya aswaja adalah suatu paham yang berlandaskan sunnah - sunnah rasulullah SAW. Yang diterapkan atau diikuti oleh ppara pengikutnya. Suatu paham aswaja banyak diikuti oleh beberapa golongan islam yang ada diindonesia, mereka percaya bahwa adanya suatu paham aswaja. Adapun contoh dari golongan - golongan pengikut aswaja yaitu, NU nahdlatul ulama, Muhammadiyah, dan masih banyak yang lain. Dalam berorganisasi PMII, aswaja merupakan bagian integral dari sistem keorganisasian tersebut. Bagi PMII, aswaja juga menjadi ruang untuk menunjukan bahwa islam adalah agama yang sempurna bagi setiap tempat dan juga 100 Hujjah Aswaja Menjadi Rujukan Warga Nahdlatul UlamaBetapa sangat pentingnya paham aswaja bagi kehidupan. Dengan menjadikan aswaja sebagai suatu paham yang tertanam di hati akan menjadikan kita menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya. Adapun cara agar kita selalu dalam jalannya aswaja yaitu, tawasuth yang dapat diartikan sebuah sikap moderat yang tidak cenderung ke kanan maupun ke kiri, contohnya kita dihadapkan suatu masalah, kita menyikapinya dengan cara berikhtiar dan mencari solusi yang terbaik agar tidak terjadi kekeliruan kedepannya. Baca juga Jelang Usia Seabad, NU Kokoh Kawal Aswaja Nusantara Yang kedua yaitu tawazun, dapat diartikan dengan sikap berimbang atau harmonis dalam mengintegrasikan dalil - dalil, dengan begitu perlu adanya pertimbangan - pertimbangan untuk mencetuskan sebuah kebujakan. Yang ketiga adalah taadul, dapat diartikan dengan sikap adil dan netral dalam melihat konteks permasalahan. Yang terakhir adalah tasamuh, dapat diartikan dengan sikap toleransi yang berguna untuk menciptakan keharmonisan kehidupan bermasyarakat. Dengan cara- cara diatas kita dapat menjaga dan berpegang teguh pada aswaja. Marilah kita berpegang teguh pada aswaja agar kehidupan berbangsa menjadi lebih baik. Lihat Pendidikan Selengkapnya
70gC. ht40du5fwq.pages.dev/8ht40du5fwq.pages.dev/373ht40du5fwq.pages.dev/156ht40du5fwq.pages.dev/362ht40du5fwq.pages.dev/392ht40du5fwq.pages.dev/133ht40du5fwq.pages.dev/436ht40du5fwq.pages.dev/331
apa itu aswaja dan salafi